Flag Counter

Tuesday, May 29, 2012

Lion Air Terbangi Jakarta-Jayapura Non-Stop

Maskapai penerbangan swasta terbesar di Indonesia, Lion Air, akan segera menerbangi rute Jakarta-Jayapura nonstop yang direncanakan efektif mulai akhir bulan ini. Penerbangan nonstop ini akan menggunakan pesawat andalan Lion Air Boeing 737-900ER dengan waktu tempuh kurang lebih 5,5 jam. Penerbangan ke Jayapura menggunakan nomor penerbangan JT-794 diberangkatkan dari Jakarta pukul 22.30 dan tiba di Jayapura pukul 06.00. Sementara untuk penerbangan kembali ke Jakarta menggunakan nomor penerbangan JT-795 yang diberangkatkan dari Jayapura pukul 07.45.

Saat ini Lion Air sudah melayani penerbangan dari Jakarta ke Jayapura sebanyak satu kali sehari. Hanya saja penerbangan ini tidak nonstop, melainkan transit di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar sebelum melanjutkan penerbangan ke Jayapura. Dengan dibukanya penerbangan Jakarta-Jayapura nonstop, maka rute ini akan menjadi rute domestik terjauh di Indonesia. Selain itu, tambahan penerbangan ke Jayapura oleh Lion Air akan semakin memanjakan penumpang karena lebih banyak pilihan jadwal. Namun sampai saat ini belum diketahui apakah Lion Air akan memberikan makanan atau minuman gratis kepada penumpang dalam penerbangan yang memakan waktu lebih dari 5 jam ini.

Rute ke Jayapura memang cukup banyak diminati oleh maskapai-maskapai penerbangan lokal. Saat ini rute Jakarta-Jayapura sudah dilayani oleh Garuda Indonesia, Merpati, Express Air, dan Batavia Air. Rencananya Sriwijaya Air dalam waktu dekat juga akan melayani rute Jakarta-Jayapura dengan pesawat baru Boeing 737-800.

Lion Air to move its Jakarta - Denpasar service to terminal 3

Privately owned Lion Air is moving its Jakarta-Denpasar route facilities next week from Soekarno-Hatta International Airport's terminal 1A to terminal 3 in order to improve its service, an executive said Thursday.

"We will move the Jakarta-Denpasar service on May 30th because terminal 3 is more convenient. [The move] will help us attract more foreign tourists," the airline general affairs director Edward Sirait told the press.

He also said that the airline picked the Jakarta-Denpasar as the first route to be moved from terminal 1 because Denpasar was a hub connecting to tourist destinations such as Lombok, Ende, Labuan Bajo, and Maumere.

"Connectivity is very important to help develop business and tourism and Denpasar is a city that links the west and the east [of Indonesia]," he said.

The airline currently flies from Jakarta to Denpasar 13 times daily, and they plan to increase the number of flights this year.

He said that they will move more routes when the terminal's new apron is finished.

The routes include Jakarta - Lombok, Jakarta - Semarang, and Jakarta - Yogyakarta.

State owned airport operator Angkasa Pura II's terminal 3 manager Sugeng Hariadi said the participation of Lion Air increased the number of passengers in the terminal to 4 million.

source: http://www.thejakartapost.com

Kuartal I/2012 - Penumpang Lion Air Naik 10%

JAKARTA –PT Lion Mentari Airlines selama tiga bulan pertama tahun ini mencatat kenaikan jumlah penumpang baik domestik dan internasional sebanyak 800.000 orang atau meningkat 10% dibandingkan tahun lalu, menjadi 8 juta penumpang.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh revitalisasi armada yang saat ini dilakukan oleh perusahaannya. “Dari delapan juta penumpang, mayoritas berasal dari penerbangan domestik yaitu 98% atau 7,840 juta penumpang, sedangkan sisanya berasal dari penerbangan internasional atau 160.000 penumpang,” papar Direktur Utama Lion Air Edward Sirait seusai menghadiri peresmian operasional Lion Air di Terminal III Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng,kemarin.

Kenaikan jumlah penumpang juga diperoleh dari penambahan frekuensi penerbangan pada rute domestik yang dilakukan perusahaan. Menurut Edward, rute penerbangan domestik yang paling gemuk adalah Jakarta-Medan. Rute ini memiliki frekuensi yang cukup banyak yaitu 20 kali penerbangan per hari. Edward mengatakan, cakupan penumpang (load factor) untuk rute Jakarta-Medan stabil di angka 82,5%.

Sedangkan,pada rute internasional Lion Air masih berkonsentrasi pada rute Jakarta-Singapura, Jakarta- Jeddah, dan Jakarta-Kuala Lumpur. Tahun lalu Lion Air mengangkut 24,97 juta penumpang domestik 2011 atau sekitar 41,59% dari total penumpang domestik nasional. Lion Air pada tahun ini akan menambah 12 Boeing 737-900 ER,total armada yang dioperasikannya perusahaan sampai saat ini berjumlah 87 pesawat.

Pesawat yang dioperasikan Lion Air di antaranya Boeing 737-300 dua unit, Boeing 737- 400 sepuluh unit, Boeing 747- 400 dua unit, sedangkan sisanya Boeing 737-900 ER. Lion Air juga memindahkan destinasi keberangkatan dan kedatangan untuk rute penerbangan Jakarta-Denpasar dari terminal IA Bandara Internasional Soekarno-Hatta ke Terminal III. Perpindahan itu secara resmi akan dimulai pada Rabu (30/5) mendatang, di mana maskapai berlogo singa itu akan mendapat enam gerai (counter) pendaftaran penumpang,yakni counter 15 hingga 20.

Edward mengatakan,perseroan akan melayani 13 frekuensi penerbangan Jakarta-Denpasar dengan menggunakan tiga unit pesawat.“Investasi untuk perpindahan destinasi rute Jakarta-Denpasar ini sekitar Rp5 miliar. Dananya untuk pengadaan infrastruktur dan kantor Lion Air di terminal III,” ujarnya.

Untuk rute Jakarta-Denpasar di Terminal III, tambah Edward, Lion menargetkan jumlah sebanyak 2.600 penumpang per hari. Lion Air juga tengah mengusahakan mendapat izin untuk tiga rute tambahan di Terminal III, yakni rute penerbangan Jakarta- Yogyakarta, Jakarta-Semarang, dan Jakarta-Lombok.

Sementara itu, General Manager Terminal III Bandara Soekarno-Hatta PT Angkasa Pura Sugeng Hariadi memproyeksi Lion Air akan menambah kapasitas sebanyak 1,8 juta penumpang di Terminal II Bandara Internasional Soekarno- Hatta. Hal itu akan memenuhi daya tampung mencapai 4 juta.

source: http://www.seputar-indonesia.com 

Lion Air Dikabarkan Borong 10 Boeing 787 Dreamliner

Jakarta - PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) dikabarkan semakin dekat dengan kesepakatan untuk memborong 10 pesawat Boeing pabrikan AS. Lion Air melirik pesawat jet penumpang jarak jauh 787-8 Dreamliner.

Lion Air mengincar pesawat tersebut untuk penerbangan murah jarak jauh. Adapun harga yang ditaksir dalam pembelian pesawat tersebut mencapai US$ 1,9 miliar.

Seperti dilansir dari Reuters, Senin (28/5/2012) sumber yang tahu detil kesepatakan tersebut mengatakan, Lion Air memang lebih memilih Boeing ketimbang Airbus A-330. Rencananya, kesepakatan tersebut akan diumumkan pada saat 8 Juni 2012 yang bertepatan dengan Ulang Tahun ke 12 Lion Air.

Langkah Lion Air ini akan memberikan perhatian lebih khususnya kepada Garuda Indonesia dan Air Asia karena persaingan penerbangan jauh semakin tinggi.

CEO Lion Air Rusdi Kirana mengatakan pembahasan pembelian Boeing ini sudah sejak bulan Februari 2012. Hal tersebut disinyalir terjadi ketika Rusdi Kirana mengikuti acara tahunan Singapore Airshow 2012 beberapa waktu lalu.

Salah seorang sumber juga mengatakan Dreamliner akan membantu Lion Air memikat pasar dari sisi efisiensi bahan bakar dan teknologi canggihnya.

"Dreamliner adalah desain baru, didasarkan pada teknologi terbaru, sedangkan A330 pada dasarnya adalah (desain) lama," kata sumber tersebut.

Direktur Umum Lion Air Edward Sirait membantah telah terjadi kesepakatan antara Lion Air dan Boeing. "Wah saya belum tahu, berita dari mana itu," kata Edward singkat ketika dihubungi detikFinance.

Sebelumnya, Lion Air telah memborong 230 Boeing 737 Next-G senilai US$ 22,4 miliar. Didepan Presiden Obama dan SBY, Rusdi Kirana menandatangani langsung kesepakatan tersebut.

source: detik.com

Boeing : Lion Air devrait commander 10 B.787-8 Dreamliner

(Boursier.com) -- La compagnie indonésienne Lion Air serait sur le point de commander 10 Boeing 787-8 Dreamliner pour un prix catalogue total de 1,9 Milliard de dollars. Selon Reuters qui cite deux sources proches du dossier, la compagnie à bas coûts aurait préféré l'avion en composite carbone de l'américain à l'Airbus A330.

L'accord devrait être signé à Jakarta le 8 juin prochain. Lion Air, qui fête cette année son douzième anniversaire, a récemment signé une commande record de Boeing 737 monocouloirs pour 22,4 Milliards de dollars.

Lion Air Near To Deal For 10 Boeing 787 Dreamliner

May 25 (Reuters) - Indonesia's Lion Air is close to signing a deal for 10 Boeing 787-8 Dreamliner passenger jets, with a total list price of $1.9 billion, as the budget carrier aims to tap the long-haul market.

Two sources involved in the deal told Reuters that Lion Air prefers the newer carbon-composite Boeing Dreamliner over the Airbus A330. The deal is expected to be signed in Jakarta on June 8 as Lion Air celebrates its 12th anniversary.

Such a move by Lion Air would put more pressure on Garuda Indonesia Tbk and Malaysia's AirAsia Bhd because it would be able to serve a broader range of destinations.

Lion Air's founder and chief executive Rusdi Kirana said in February the Indonesian low-cost carrier was in negotiations with Airbus and Boeing to buy Airbus A330s or Boeing 787 Dreamliners.

Lion Air was not immediately available for comment. A Boeing spokeswoman declined to comment.
One of the sources said the Dreamliner will help Lion Air's marketing campaign with an image of fuel efficiency and the latest technology.

"Dreamliner is a new design, it is based on the latest technology, while the A330 is basically an old (design)," said one of the sources, who declined to be identified because of the confidentiality of the talks.

If the financing terms from both manufacturers are equal, he said, Lion Air will choose the Dreamliner over the A330.

The deal, once finalised, would mean Boeing managed to keep Airbus away from its top customer. Lion Air recently signed a record order for $22.4 billion worth of Boeing 737 single aisle jets.

Lion Air Memborong 10 Boeing 787 Dreamliner

(Managementdaily - Business Today), PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) dikabarkan semakin dekat dengan kesepakatan untuk memborong 10 pesawat Boeing pabrikan AS. Lion Air melirik pesawat jet penumpang jarak jauh 787-8 Dreamliner.

Lion Air mengincar pesawat tersebut untuk penerbangan murah jarak jauh. Adapun harga yang ditaksir dalam pembelian pesawat tersebut mencapai US$ 1,9 miliar.

Seperti dilansir dari Reuters, Senin (28/5/2012) sumber yang tahu detil kesepatakan tersebut mengatakan, Lion Air memang lebih memilih Boeing ketimbang Airbus A-330. Rencananya, kesepakatan tersebut akan diumumkan pada saat 8 Juni 2012 yang bertepatan dengan Ulang Tahun ke 12 Lion Air.

Langkah Lion Air ini akan memberikan perhatian lebih khususnya kepada Garuda Indonesia dan Air Asia karena persaingan penerbangan jauh semakin tinggi.

CEO Lion Air Rusdi Kirana mengatakan pembahasan pembelian Boeing ini sudah sejak bulan Februari 2012. Hal tersebut disinyalir terjadi ketika Rusdi Kirana mengikuti acara tahunan Singapore Airshow 2012 beberapa waktu lalu.

Salah seorang sumber juga mengatakan Dreamliner akan membantu Lion Air memikat pasar dari sisi efisiensi bahan bakar dan teknologi canggihnya.

"Dreamliner adalah desain baru, didasarkan pada teknologi terbaru, sedangkan A330 pada dasarnya adalah (desain) lama," kata sumber tersebut.

Direktur Umum Lion Air Edward Sirait membantah telah terjadi kesepakatan antara Lion Air dan Boeing. "Wah saya belum tahu, berita dari mana itu," kata Edward singkat ketika dihubungi oleh wartawan

Sebelumnya, Lion Air telah memborong 230 Boeing 737 Next-G senilai US$ 22,4 miliar. Didepan Presiden Obama dan SBY, Rusdi Kirana menandatangani langsung kesepakatan tersebut.

(rs/IK/md-dtc)

Lion Air berencana pesan 10 Boeing 787 Dreamliner

salah satu maskapai dari Indonesia, Lion Air, akan teken pemesanan 10 unit pesawat terbaru dari Boeing, 787 Dreamliner.

pemesanan 10 unit 787-8 Dreamliner oleh Lion Air menjadi harapan bagi maskapai Indonesia untuk menggunakan Boeing 787 Dreamliner yang sudah dipesan oleh -/+ 60 Maskapai seluruh dunia.

sebagian penggemar penerbangan di Indonesia mengharapkan agar perusahaan penerbangan dari AS, The Boeing Company, mengadakan event "787 DreamTour" ke Jakarta, dan wilayah lain di Indonesia, agar bisa melihat lebih dekat Boeing 787 Dreamliner di Jakarta dan wilayah di Indonesia

Saturday, May 26, 2012

Rusia Pikir Amerika Sabotase Sukhoi

TEMPO.CO , Jakarta - Intelijen Rusia berpikir Sukhoi Superjet 100 yang jatuh pada joy flight 9 Mei 2012 di Gunung Salak Bogor, Indonesia, kemungkinan disabotase Amerika Serikat. Hal ini ditulis salah satu media besar di Rusia pada Kamis, 24 Mei 2012.
Pada salah satu artikelnya, tabloid Rusia Komsomolskaya Pravda menulis judul 'Amerika yang Akibatkan Kecelakaan Sukhoi?'. Tabloid itu menyebutkan beberapa petugas yang tidak disebutkan namanya mengatakan pesaing penerbangan Rusia itu ingin melihat penerbangan tersebut gagal.
Pemerintah Rusia dan media di sana punya sejarah mengambinghitamkan negara lain atau orang asing atas kecelakaan maupun musibah yang mengaitkan Rusia.
Seorang petinggi angkatan laut Rusia pernah menyalahkan Angkatan Laut Amerika Serikat atas tragedi Agustus 2000 kala kapal selam nuklir Kursk tenggelam dan menewaskan 118 pelaut. Hal itu karena ada beberapa kapal Amerika Serikat yang sedang berlatih di daerah Laut Barents. Contoh lain terjadi saat petinggi Agen Luar Angkasa Rusia Yury Kotev mengatakan satelit Mars yang tersangkut di orbit Bumi pada Rusia November lalu gagal karena aktivitas radar Amerika Serikat di daerah itu.
Seorang agen intelijen tentara ini mengatakan kepada Komsomolskaya Pravda bahwa kantor mereka, The GRU, sudah lama melacak aktivitas pesawat Amerika Serikat di bandara Jakarta.
"Kita tahu bahwa mereka (Amerika) memiliki banyak teknologi khusus yang juga kita miliki yang bisa mengganggu sinyal dari darat atau menyebabkan pembacaan parameter tidak berfungsi,” ujar pejabat itu.
»Mungkin ini adalah salah satu alasan jatuhnya pesawat," kata pejabat itu. Penyelidik Indonesia sampai saat ini masih menyelidiki mencari penyebab jatuhnya pesawat itu.
Di Washington, juru bicara Pentagon George Little membantah tudingan itu. George Little menganggap tuduhan itu omong kosong.

Airbus targets 30 A350 sales this year

Airbus is aiming to sell another 30 A350s this year, across the family, and is unconcerned by the order book plateau for the -800 and -1000 variants.
Chief operating officer for customers John Leahy, speaking at an event in Toulouse earlier this week, insists that the airframer's main difficulty in attracting orders is slot availability.
He says that, at a recent event, two airline chiefs - one from the USA, the other from Asia - expressed interest in the A350-1000, entry into service for which has been put back to 2017.
But Leahy says that Airbus is already having to manage a backlog of 548 aircraft across the three-member family.
"Our goal is to have about 30 aircraft sold this year," he says. "The biggest constraint is production slots."
He also says Airbus is "pretty comfortable" with the A350-1000's ability to compete with the proposed Boeing 777X, an enhanced version of the US airframer's largest twinjet.
"[Boeing] only started talking about 777X when the A350 came out," he says. "They know the 777-300ER doesn't compete with -1000."

source: flightglobal.com

Boeing targets fourth quarter production increase for 787

Boeing plans to increase production of the 787-8 to five per month in the fourth quarter, says James Albaugh, president and chief executive of Boeing commercial airplanes during the company's annual investor conference.
Albaugh says that production is at 3.5 per month and will increase to five once it has "stabilised" the supply chain for the aircraft.
Boeing is targeting a production rate of 10 787s per month by the end of 2013, with aircraft coming from the manufacturer's factories in Everett, Washington and Charleston, South Carolina. Albaugh says that the manufacturer needs to install an additional drilling machine, improve the mid-body join and reduce the amount of shimming that is required during production to achieve this rate increase.
Boeing's 787 line has had a successful year to date. Japan Airlines received its first 787-8 in March and the manufacturer's Charleston assembly line rolled out its first of the type in April.
Separately, the manufacturer says it is developing the stretched 787-10X and the next generation 777 in tandem with each other. While a decision on these models could occur as early as the fourth quarter, development will not begin until after it has completed the 787-9.
The first flight of the 787-9 is scheduled for 2013 with a first delivery to Air New Zealand in either the first or second quarter of 2014.

source: flightglobal.com

Charleston ready to learn quick-step

Having turned out its first complete Boeing 787, the airframer's South Carolina facility will have to accelerate production by the end of 2013.
Six thousand non-unionised and contract workers build aft sections and assemble fuselage mid-sections for all 787s, but the Charleston-based arm is on the hook to build 10 mid-sections and 10 aft sections per month - up from the current 3.5/month - plus three complete aircraft, compared with fewer than one currently.
The Charleston final assembly line rolled out its first 787-8 (Airplane 46) on 27 April 2012, which is destined to join Air India in late June. The company plans to deliver four aircraft in total this year, all to the Indian airline.

 air india 787, john croft/flightglobal
 © John Croft/Flightglobal
Air India will be the recipient of the first four jets to roll out of the Charleston assembly facilities
From a financial standpoint, a rapid rise in production is necessary for the 787 programme. With a steady production rate of 10/month before 2014, Boeing maintains that there will be an inflection point in 2015 where costs to build a 787 dip below the average sales price, beginning the process of paying back an estimated $20 billion in deferred production costs. As of 27 April, Boeing had delivered 11 787s.
SAVINGS DOUBTS
Some analysts question the viability of Boeing's ability to cut its unit cost that quickly. Investment house UBS says 2015 is overly optimistic, and assumes Boeing will bring 787 manufacturing costs down 50% faster than for the 777.
To bring manufacturing costs down, higher-rate production must go hand-in-hand with decreasing amounts of travelled work - tasks left open for later completion to keep the line moving. Boeing South Carolina manager Jack Jones says the first 787 completed at Charleston left the factory with 96 travellers: "A couple of hundred is not unusual."
A key element in this low figure for Airplane 46 is that the aircraft does not need the typical post-production change incorporations that 787s on the primary line in Everett, Washington, continue to require. Those include engineering change orders to correct for items uncovered during flight testing. The Charleston final assembly line has the advantage of coming on line with those changes incorporated into the production process from the start.
Boeing South Carolina's manager of mid-body assembly, Willy Geary, says the latest mid-body, for Airplane 67, was shipped on 27 April to the final assembly line in Everett with only five open work items.
Part of the speed equation for Geary is converting his three parallel lines - designated A, B and C - to "continuously moving lines" from static operations where workers assemble sections 43, 11 and 45, flown from Nagoya, Japan, and sections 44 and 46 from Italy. The mid-body line also installs environmental and electrical systems into the section and performs testing.
MODELLING EVERETT
Geary says line C will be converted to a continuously moving line later this year, followed by lines A and B, when the 10 mid-bodies/month rate is set to be achieved in late 2013. Geary says he is "studying" production rates above 10/month.
Charleston's aft-body assembly manager, Matt Borland, says a fourth broaching machine being installed will enable the ramp up, in six-month increments, to meet Boeing's overall monthly target of 10 787s by the end of 2013. Composite sections 47 and 48 - the aft fuselage - are wound, baked, framed, joined and built up with floors, windows and other installations in Borland's building. Most are shipped to Everett, but an increasing number will be kept at Charleston for line production.

charleston 787 manufacturing , john croft/flightglobal
 © John Croft/Flightglobal
Monthly mid-section production rates need to rise from 3.5 to 10
Broaching machines automatically drill holes in the fuselage sections and install fasteners for the frames and other items that will be attached to the barrel. Loaded in two of the three operational machines on 27 April were aft fuselages for Airplanes 75 and 76. Three Air India 787s, in various states of assembly, were on the line.
Modelled after the primary line in Everett, the Charleston line will ramp up to produce three 787s per month, complementing the seven built in Everett by late 2013. Boeing South Carolina final assembly and delivery manager Marco Cavazzoni says the final assembly building "has potential for expansion if we need to do that".
"We asked you to build three aircraft per month," Boeing Commercial Airplanes chief executive Jim Albaugh said to the assembled crowd of workers and VIPs at the inaugural Charleston 787 roll-out. "If you can build more, I guarantee we can sell more."

source: flightglobal.com

Boeing hails Charleston 787 first flight

Boeing says its first South Carolina-built 787-8 performed "exactly as we expected" during its 5h initial flight on 23 May, nearly four weeks after the aircraft was rolled out of the new final assembly line in North Charleston on 27 April. Airplane 46 is one of four 787s to be completed at the factory this year, all destined for Air India.

 
 BOEING
Pilots of the GEnx-1B-powered widebody, slated to be delivered to Air India as early as June, performed most of the production flight test along a north-south path over the Atlantic Ocean to the east of Charleston, between North Carolina and Florida. Total distance covered during the flight was 1,764nm (3,267km), according to tracking site FlightAware.com.

 
 FlightAware
"Today's production flight test profile tested the airplane's controls and systems in a series of scenarios designed to verify the airplane operates as designed," says Boeing. "The tests occurred in all stages of flight beginning prior to taxi, through final landing and taxi." Included in the tests were cabin pressurisation checks, avionics, navigation and communications checks and shut-down and restart of each of the two GEnx-1B engines.
As seen on live video coverage of the event, Airplane 46 first performed a high-speed rejected takeoff before lining up for a normal takeoff at 12:01. Tracking data on the FlightAware website shows that the pilots then performed roughly 3h of high altitude air work up to 41,000ft (12,497m), slightly below the 787-8's maximum operating altitude of 43,100ft.
The aircraft then descended to 15,000ft for roughly 1h of testing that appeared to include slow flight and possibly an aerodynamic stall, based on FlightAware tracking data. The pilots then returned to the Charleston International airport for approximately 1h of touch-and-go circuits.
It is unclear whether additional flights will be required before the aircraft is flown to Leading Edge Aviation Services in Fort Worth, Texas for painting in Air India livery.
Once airline acceptance flights are complete, Boeing expects to deliver the Charleston-build aircraft to Air India in June or July. The carrier's first 787, built at Boeing's Everett, Washington facility, will arrive by the end of May. Air India has orders for 27 787-8s.

source: flightglobal.com

Airbus admits no quick-fix for A380 wing-rib crack issue

Airbus is expecting up to 120 A380s to be delivered before the permanent fix for the wing-rib bracket cracking problem on the type is fully in place.
The airframer detailed its proposed solution during a briefing in Toulouse. Its initial retrofit, for aircraft already in service, centres on 23 hybrid ribs mounted in the more lightly-loaded sections of each wing.
Retrofit involves replacing the type-7449 aluminium with a more robust grade, type 7010. This retrofit also involves localised reinforcement and fitting thicker rib brackets. Two ribs in each wing-tip will also be replaced.
But the forward-fit solution will replace these ribs with all-aluminium components, also built from type-7010 material, from the outset. The region around the inspection manholes will be reinforced and the rib feet will be reshaped to make them more forgiving.
Parts will be available to perform the modification on in-service aircraft from the first quarter of 2013 while wing assembly from the end of this year will implement the rib design change. All ribs will be built from type-7010 aluminium, in a similar way to other Airbus programmes. A380s delivered from 2014 onwards will have the new rib design.
Airbus executive vice-president for programmes Tom Williams says the type 7449 aluminium was strong and lightweight but brought a "degree of brittleness". Eliminating this material and switching to the 7010 grade gives greater strength but also around 90kg additional weight.
The flight-test programme for certification has not yet been detailed but Williams says the airframer hopes to fly the demonstrator in the autumn. He stresses that the fix will restore the full life capability of the wing without impacting performance.
Williams estimates that 110-120 aircraft will have to be retrofitted. He says the cause of the cracking is "well established", the result of material choice plus thermal distortion at extremely low temperatures, and stresses generated during assembly.
"When we were designing the wing, we pushed hard for weight reduction," Williams says, adding that the original hybrid design saved 300kg.
But he admits that the airframer, during ground testing of the airframe, made "assumptions" on the use of the type-7449 material because it had been used on other programmes.
He adds that the linear, finite-element modelling used to model some ribs on the aircraft assumed that adjacent ribs would behave the same way. Some non-linear modelling tools, which might have helped the analysis, were not available at the time.
Williams also points out that fatigue testing cannot take into account every variation of temperature and pressure to which the aircraft will be subjected in service.
Intensive testing is under way, he says: "We only want to do this one time. It's very disruptive to customers. If we have to ground [a customer's aircraft] we only want to do it on time.
"It's not a complicated fix by any means, [but] it's about making 110% sure we have the right answer."
But the airframer is "still working its way" through the approach to implementing the fix on in-service aircraft. Williams says a "nose-to-tail" grounding is one option, enabling completion in one session, but some customers might opt to split the fix across C-checks.

source: flightglobal.com

Tuesday, May 22, 2012

Bodies found near wreckage of Russian jet

— Rescuers say they have discovered bodies near the wreckage of a Russian-made passenger plane that smashed into a steep Indonesian volcano with 45 people on board.
Search and rescue spokesman Gagah Prakoso said his teams reached the remote, rugged site near the crater on Thursday afternoon.
They found the Sukhoi Superjet-100 scattered along the jungly slopes.
He said rescuers also spotted several bodies — which will have to be placed in nets and lifted by ropes to hovering helicopters.
The plane was on a demonstration flight for potential buyers in Indonesia when it crashed Wednesday, just 20 minutes after takeoff.
THIS IS A BREAKING NEWS UPDATE. Check back soon for further information. AP's earlier story is below.
CIDAHU, Indonesia (AP) — A helicopter spotted the shattered wreckage Thursday of a new Russian-made passenger plane that crashed into a steep volcano in central Indonesia during a flight to impress potential buyers. There were 45 people on board and no signs of survivors.
Due to the remoteness of the location, bodies will need to be placed into nets and pulled to the hovering chopper by rope.
"From the pictures we're seeing, it looks like it was a total loss," said Daryatmo, chief of the national search and rescue agency, as the first images flashed across local TV.
Contact with the plane was lost Wednesday shortly after it took off from Jakarta carrying representatives from Indonesian airlines. Their family members, many of whom spent a long, sleepless night at the airport, broke down in tears on hearing the news. Others stared blankly ahead in disbelief.
The Sukhoi Superjet-100, Russia's first new passenger jet since the fall of the Soviet Union two decades ago, hit a jagged ridge on top of Mount Salak, a long-dormant volcano. The company's blue-and-white logo could be seen peeking through the stripped treeline.
The Superjet — a 75- to 95-seat plane — was being touted as a challenger to similar-sized jets from Canada's Bombardier Inc. and Brazil's Embraer SA, and potential buyers will scrutinize the crash investigation for signs of flaws in the aircraft.
"If it's a technical fault with the aircraft, then obviously that will be very serious for them," said Tom Ballantyne, a Sydney-based aviation expert. "But if it's pilot error or the fault of air traffic control, it won't be quite so bad because they'll be able to say, 'Well, it's not the airplane'."
The plane left Jakarta's Halim Perdanakusuma Airport early Wednesday afternoon for what was supposed to be a quick demonstration flight — the second of the day.
Twenty-one minutes after takeoff, the crew sought permission to descend from 10,000 feet to 6,000 feet (3,000 meters to 1,800 meters), said Daryatmo, chief of the national search and rescue agency.
The plane then fell off the radar. It was not clear why the Russian pilot and co-pilot asked for the sudden drop, he said, especially when they were so close to the 7,000-foot (2,200-meter) volcano, or if they got the OK.
Communication between pilots and air traffic control are being reviewed, said Tatang Kurniadi, chief of the National Commission on Safety Transportation, but the tapes will not be made public any time soon.
More than 1,000 people, including soldiers and police, took part in the search and rescue efforts. Eventually, helicopters carrying out aerial surveys near the crater and northern slope spotted the wreck.
"They have clear view," said Gagah Prakoso, a spokesman for Indonesian search and rescue agencies. "There is no sign of any of the passengers .... We're trying to move in closer to the wreck, but it's reachable only by foot."
The Superjet — developed by the civil aircraft division of Sukhoi with the co-operation with Western partners — has been widely considered Russia's chance to regain a foothold in the international passenger plane market. The country's aerospace industry was badly undermined in the economic turmoil following the 1991 collapse of the Soviet Union.
The "Welcome Asia!" tour, which also included stops in Pakistan, Myanmar and Kazakhstan, and was supposed to head next to Vietnam and Laos, was intended to drum up support.
All but 10 of the 45 people on board were potential buyers and journalists, said Sunaryo from PT. Trimarga Rekatama, the company that helped organize Wednesday's event, revising the toll downward yet again.

The others were Russians, all from Sukhoi companies, an American consultant with a local airline and a Frenchman with aircraft engine-maker Snecma.

The Superjet made its inaugural commercial flight last year.

"It is their big hope that they will somehow get into the jet aircraft passenger market in a bigger way than they have," Ballantyne said.

"We all know that the Russians have had a dreadful record in the past with their aircraft, so this was vitally important to their industry."

With a relatively low price tag of around $35 million, the plane has garnered around 170 orders. And Indonesia, a sprawling archipelagic nation of 240 million people with a fast-growing middle class, is already one of the biggest customers.

Kartika Airlines and Sky Aviation — among dozens of airlines to have popped up in Indonesia in the last decade to meet the growing demand for cheap air travel — had ordered at least 42.



source: http://www.statesman.com/news/nation/bodies-found-near-wreckage-of-russian-jet-2347313.html

Crash of Russian jet in Indonesia puts spotlight on risks of informal demonstration flights

JAKARTA, Indonesia — The crash of a Russian-made passenger jet into the flanks of an Indonesian volcano has put a spotlight on the notoriously informal atmosphere aboard new aircraft during manufacturer demonstrations — known here as “joy flights.”

These junkets for potential buyers commonly see passengers join or cancel at the last minute, wreaking havoc to manifest lists. Pilots eager to show off the versatility of their planes often make lightning-fast ascents and buzz famous landmarks.

With no sign yet of the black boxes, it is not clear what caused the Sukhoi Superjet 100 to smash into the side of Mount Salak on Wednesday, presumably killing all 45 people on board, and sending debris raining down a densely forested, jagged slope.

An investigation by a joint team of Indonesian and Russian experts is expected to take at least a year.
There is nothing to suggest the pilot did anything wrong. But the disaster is a reminder of the continuing concerns of air-safety specialists about demonstration flights. That’s true not just here in Indonesia — where several invitations from Boeing, Bombardier and other manufacturers land on the desks of airline executives and industry experts every year — but globally.

Tom Ballantyne, a Sydney-based aviation expert, has gone on many such trips.

“The purpose of these flights obviously is to show off the aircraft to potential customers,” he said.
“If they are flying over a landmark, they might circle around it so the passengers can get a better look,” he said. “They might fly a little lower or show the rate of climb of the aircraft.”

That’s not to say they don’t follow the rules, he said, or push the planes beyond what they are capable.

“But there’s definitely a bit of showing off.”

With 240 million people and a rapidly growing middle class hungry for cheap air travel, manufacturers will continue to flock to Indonesia, as evidenced by a purchase late last year by the little-known airline Lion Air.

Its order of 230 planes from Boeing Co. was the manufacturer’s biggest ever, and the carrier said it will need smaller aircraft as well. Lion isn’t alone. Many other Indonesian carriers, some of which don’t even have websites, also are trying to build up or modernize their fleets.

The ill-fated Superjet was carrying dozens of representatives from local airlines and journalists on what was supposed to be a 50-minute flight to the southern of Java island and back. Pictures posted on social networking sties like Facebook showed excited passengers, smiling and waving in front of the twin-engine jet before liftoff. Others sipped champagne handed out in the cabin by glamorous air hostess wearing electric-blue pencil skirts.

Soon after takeoff from a Jakarta airfield, however, the Russian pilot and co-pilot asked air traffic control for permission to drop from 10,000 feet to 6,000 feet (3,000 meters to 1,800 meters).

The plane disappeared from the radar immediately afterward — with new satellite imagery revealing heavy cloud cover and rain. It’s not clear if that’s why the crew asked to drop or if they got a response. Officials here say they didn’t.

The pilots on demonstration flights are known to be experienced, often having spent years flying for major airlines.

Alexander Yablontsev, in charge of Wednesday’s flight, was no exception, logging 10,000 hours in the Sukhoi Superjet and its prototypes.

“He was our best testing pilot,” said Mikhail Pogosian, head of United Aircraft Corporation, which built SuperJet. He said Yablontsev oversaw “everything from the designing of the aircraft to its certification.”

Even so, at least one decision has come into question — the flight path.

“As I understand it, it was the pilot who asked to pass Mount Salak,” said Ruth Simatunpang, a former investigator with the National Commission on Safety Transportation.

The long dormant volcano has been the scene of seven crashes in the last decade, Wednesday’s by far the deadliest, trailed by a 2008 Indonesian air force accident that killed 18.

Its jagged peaks are often shrouded in heavy mist.

“Usually, in a demo flight, you would go out of your way to avoid a route that is full of obstacles,” said Simatunpang. “But almost everyone knows Salak is dangerous and that the weather is extremely unpredictable.”

Like many others, she was surprised that the pilot would seek such a sharp descent so close to the 7,000-foot-high (2,100-meter-high) mountain.

“But it’s much too early to say,” she said. “We won’t know anything until we get hold of the voice and data recorders in the black box.”

Last-minute passengers switches also caused confusion, with numbers flip-flopping at least five times after the crash, while authorities tried to figure out who was aboard.

As it turned out, the final manifest was not given to officers on the ground, as is standard procedure. It was on the doomed plane.

Suharso Monoarfa, a former government minister who now has interests in the aviation industry, says he was invited on the flight, but had to cancel at the last minute.

“I was invited inside the jet to look around with my wife and son,” he said. “It was exciting, the crew was very welcoming and treated us very nicely, explaining everything I needed to know.”

They again asked if he wouldn’t like to get on board, saying his family was more than welcome to join.

“Actually, I would have loved it, especially with my son, but it was a 50-minute joy flight, and that was just too long, I had a meeting to get to.”

“My heart was pounding when I heard the plane had lost contact,” he continued. “It’s unbelievable!”

source: http://www.washingtonpost.com/world/asia_pacific/crash-of-russian-jet-in-indonesia-puts-spotlight-on-risks-of-informal-demonstration-flights/2012/05/11/gIQAq8ZAIU_story_1.html 

Statements from Sukhoi Civil Aircraft Company:

May 20, 2012


Today in Jakarta the National Committee for Transport Safety (KNKT) of Indonesia and the Russian side signed the protocol on the results of joint activity in investigation of the SSJ100 #97004 accident.

According to the signed document, the preliminary analysis of the CVR data showed the following: indications of the failure of the aircraft’s systems and components were not discovered, the terrain and collision avoidance system T2CAS was functionally operative in flight and provided crew with information on the hazardous ground proximity.

Due to the fact that the flight data recorder (FDR) has not been found, works on detailed analysis of the radar information of the air traffic control (ATC) will continue. This is necessary to plot the aircraft’s flight path and synchronize ATC and CVR data.

The document signed by KNKT Chairman Tanang Kurniadi and Deputy Russian Minister for Industry and Trade Yuri Slyusar also noted the need to continue the search for the FDR by the Indonesian side. The Indonesian side will continue the search for the FDR.

“We highly value the professionalism of our Indonesian colleagues and their Russian counterparts that participated in the work of the commission.  From our side, SCAC will ensure maximum collaboration in supply of any data necessary to conduct a thorough and comprehensive investigation of the accident” – said Vladimir Prisyazhyuk, SCAC President.


May 18, 2012

The Indonesian investigation commission in collaboration with Russian experts started to decode CVR data. These works will be continued tomorrow.
The search for the FDR continues with participation of the Russian MChS team and a team of 186 Indonesian specialists.
In order to help Indonesian experts the Russian Ministry of Health and Social Development will deliver special reagents for the DNA expertize to Jakarta by a special charter flight.


May 17, 2012

Today the medical-legal expertise department of the Jakarta’s police hospital continued the identification of victims with the collaboration of a team from the Russian medical-legal expertise center of the Ministry of Health and Social Development.
Professor Ivanov, a leading Russian expert in the DNA identification analysis, started to help Indonesian specialists in performing procedures on site.
The search for the FDR and the collection of aircraft’s fragments are to continue with participation of the Russian MChS team.


May 17, 2012

Sukhoi Civil Aircraft Company (SCAC) expresses condolences to families of victims of the SSJ100 aircraft accident on May 9, 2012 in the area of mountain Salak in Indonesia.
SCAC President Vladimir Prisyazhnyuk stated that all people who were on board were properly insured.
He stressed that SCAC guarantees the adherence of all legal requirements of the victims’ families regarding the claims for compensation upon completion of all necessary procedures.
The Indonesian National Committee of Transportation is making every possible effort to determine the causes investigating together with Russian experts.
“Works to identify victims including confirmation of the genetic identification are being carried out. We hope that this work will be completed at extremely short time requested for such examinations”, noted Vladimir Prisyazhnyuk.


May 16, 2012

Today the CVR of the 97004 aircraft was found and delivered to the laboratory in Jakarta. The CVR was opened in the presence of representatives of the Investigation Agency of the Indonesian Transport Ministry, KNRN, and the Russian team. A decision on the order of the data decoding was made on the basis of the CVR inspection.
It was decided that the data decoding will be carried out at the KNKT (National Transportation Safety Committee) in Indonesia. The Russian side will provide necessary equipment and software. The FDR has not been found so far.
A list of actions to properly decode the CVR data was formed. Decoding will be done at the KNKT jointly with the Russian team headed by Deputy Minister of Industry and Trade Yuri Slyusar and consisting of consultants from the IAC AR, Aviaprom JSC, Russian State Air Traffic Control Corp and SCAC.
The analysis of the air traffic control conditions during the 97004 demo flight is being performed in frame of the investigation.
Works to identify victims continue.


May 16, 2012

SCAC confirms that the CVR box of SSJ100 crashed in Indonesia has been found and recovered by search team.
The box has been recovered last night and delivered to the Investigation Committee which has started preliminary analysis early morning today.


May 15, 2012

Today a team consisting of five alpinists from the Russian MChS rescue center jointly with the Indonesian military group reached the lowest area of the crash site in order to pick up the plane’s wreckage.

The working team will also continue to search for the aircraft’s parts as per sectors. Two severely damaged engines, nose landing gear and a tire of the main landing gear were found. Flight recorders have not been found so far.

The Indonesian Emergency Situations Ministry officially announced that nobody survived in the accident.

The search operation of the victims will be resumed at dawn.

The medical-legal expertise department of the Jakarta’s police hospital with the collaboration of a team from the Russian medical-legal expertise center of the Ministry of Health and Social Development will continue the identification of victims.


May 14, 2012

The SAR operation has continued today, facing the worsening of weather conditions.

A group in charge of searching and recovering aircraft equipment was forced to postpone its work due to the weather and the consequent inability to prepare the proper sketch maps.

Fragments of the flight test equipment, radio unit, APU electronics unit and other onboard equipment components were found today.

Flight recorders have not been found so far.

Today the Russian delegation met with the Vice President of Indonesia to discuss issues related to the aircraft accident investigation.

Works to find people who were on board of the aircraft have not completed so far and will continue tomorrow at 6 am local time.


May 12, 2012

“The search activities to find people who were on board of the aircraft 97004 have continued today. As before, weather conditions and extremely limited accessibility of the searching area making these works very difficult.

The high professional team from the Russian Ministry for Emergency Situation (MChS) joined the Indonesian rescuers. The second MChS aircraft RA-76429 arrived to Indonesia today at 2 pm local time.

The team in charge of the accident area inspection and sketch map preparation left the rescuers camp and moved to the accident location.

The team includes two Sukhoi Civil Aircraft specialists and four representatives of the Indonesian investigation commission.

The team will spend a night near the mountain with the intent of starting the map sketching, focalizing on the research of Flight Data and Voice Recorders early in the morning”.


May 10, 2012

“Today the Indonesian search-rescue forces discovered the location of the SSJ100 aircraft MSN 95004 missed yesterday from radars of Halim Airport when the aircraft performed the second demo flight.

The aircraft was found at the area with approximately 1,700 meter geographic altitude.

Weather conditions and wild mountain area are making the rescue activity very difficult. The first rescue team reached the place of the accident. Over 500 people are involved in the search operations.

According to updated data 45 people were aboard.

At this time, all our resources are devoted in assisting the authorities with the investigations, aimed at determining the cause of the accident.”


May 9, 2012

The airplane SSJ100 is reported as missing while the airplane was flying during a demonstration flight in Indonesia (from Jakarta-Halim Perdana Kusuma Airport). Prior to the flight the aircraft went through the full pre-flight check and showed the proper technical condition. Today the aircraft also had performed one more demonstration flight, which went without any technical problems.

The aircraft did not report any failure before disappearing from the radar screens.

The aircraft was piloted by a very experienced crew consisting of the SSJ100 Chief test pilot Alexander Yablontsev and his co-pilot Alexander Kochetkov. Captain Alexander Yablontzev has accumulated over 10.000 flight hours during his career. He was in command when the first prototype of SSJ100 took to the sky.

The Sukhoi Superjet 100 MSN 95004 made its first flight on July 25, 2009 and has accumulated over 800 f/h in over 500 flights. No serious technical problems have ever been reported.

Now SCAC is verifying the list of the people on board.

In a few hours a delegation of top management of United Aircraft Corporation, Sukhoi Civil Aircraft and representatives of the Ministry of Industry and Trade is going to Jakarta in order to assist and support local authorities.

SCAC will updated this first release whenever additional pertinent information are available.

source: http://www.superjetinternational.com/mediacenter/statement-from-sukhoi-civil-aircraft-company/2012/ 

Alur Investigasi KNKT Terhadap Sukhoi Nahas

VIVAnews - Komite Nasional Keselamatan Transportasi berjanji akan terus menginvestigasi penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Rabu 9 Mei 2012 lalu.

Sebanyak 53 komponen pesawat yang ditemukan di lokasi akan menjadi bahan investigasi. Komponen tersebut seluruhnya sudah diserahkan oleh pihak Sukhoi kepada KNKT.

"Hasil investigasi belum ada, 53 komponen yang ditemukan ditinggal di sini," kata Ketua KNKT, Tatang Kurniadi di Kantornya, Jakarta 21Mei 2012.

Tatang mengatakan bahwa investigasi membutuhkan waktu 12 bulan sesuai standar internasional. "Bulan pertama pasca kecelakaan harus keluarkan faktual report, benar-benar yang terjadi, tidak boleh dugaan," katanya.

Kemudian 10 bulan berikutnya akan dikeluarkan draf final report yang akan diberikan kepada semua pihak yang terkait baik di Indonesia maupun luar negeri.

"Komponennya kan dari mana-mana, ada yang dari Rusia Amerika, Perancis," tambahnya.

Selanjutnya, semua pihak terkait diberikan draf tersebut dan diberikan waktu 60 hari untuk mengirimkan komentar.

Dia menegaskan bahwa final report yang menentukan nantinya bukan KNKT. Melainkan semua pihak yang memberikan komentar atas laporan tersebut. "Baru ada kesepakatan internasional," jelasnya.

Apakah memungkinkan hasil investigasi selesai kurang dari 12 bulan? Tatang mengatakan bisa saja. Namun, pihaknya harus menyesuaikan dengan protap internasional. Bahwa proses investigasi berjalan sesuai protap. "Mempercepat tidak boleh, harus sesuai tahapan," ujarnya.

Pencarian FDR Distop Atas Permintaan Rusia?

VIVAnews - Terhitung sejak Senin kemarin 21 Mei 2012, kegiatan evakuasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet-100 dihentikan sama sekali. Tim dari Indonesia juga Rusia ditarik pulang. Padahal, perangkat penting yang dicari, Flight Data Recorder (FDR), belum ditemukan.

Badan SAR Nasional (Basarnas) beralasan upaya pencarian FDR telah dilakukan maksimal. Wilayah dalam radius 1 kilometer di lokasi jatuhnya pesawat nahas buatan Rusia itu telah disisir dengan jeli.

Namun, kabar yang dirilis situs berita Rusia, RIA Novosti, Senin kemarin, membuat dahi berkerut. Mengutip pernyataan seorang sumber penyelidik di Kementerian Darurat Rusia, ia mengatakan, pencarian dihentikan atas permintaan pihak Rusia.

"Pencarian FDR dihentikan atas permintaan pihak Rusia. Sepuluh wakil Kementerian Darurat yang ada di lokasi sejak pagi telah ditarik ke base camp dengan helikopter," kata sumber itu.

Saat ini, ia menambahkan, operasi pencarian oleh tim SAR Rusia telah berakhir. "Apa yang seharusnya dilakukan, telah dilakukan."

Namun, pernyataan itu dibantah pihak United Aircraft Corporation, perusahaan pelat merah pemilik Sukhoi--pabrik pembuat Superjet-100. Melalui juru bicaranya, Olga Kayukova, UAC menegaskan pencarian FDR terus dilakukan, meski jumlah anggota tim berkurang. Tim, dia menambahkan, masih beroperasi di lereng gunung tempat jatuhnya pesawat.

Seperti diketahui, tim evakuasi telah berhasil mengangkat semua jenazah korban, 45 awak dan penumpang yang nyawanya melayang saat SSJ-100 menabrak tebing Gunung Salak. Mereka juga mengevakuasi satu dari dua rekaman penerbangan, yakni Cockpit Voice Recorder (CVR). Belum jelas bagaimana nasib pencarian FDR.

Sebelumnya, terkait FDR, Basarnas membantah kabar yang menyebut, FDR sudah dikantongi tim Rusia. Mereka juga tidak menemukan FDR itu," kata Direktur Operasional Basarnas, Sunarbowo, kepada VIVAnews, Senin 21 Mei 2012.

Tim Rusia tidak mungkin menyembunyikan alat itu. Sebab, kata Sunarbowo, tim yang datang dengan pesawat khusus itu bekerja di bawah pengawasan tim khusus Indonesia. "Itu dugaan yang berlebihan. Karena setiap apa yang mereka kerjakan, selalu kami kawal."

Operasi pencarian FDR ini dihentikan, kata Sunarbowo, karena tugas Basarnas telah selesai. Basarnas, tambahnya, hanya bertugas mengevakuasi para korban Sukhoi. Sementara, FDR menjadi kewenangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Baca selengkapnya di tautan ini.

KNKT Siap Selidiki Jatuhnya Sukhoi Tanpa FDR

VIVAnews – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menegaskan akan terus menginvestigasi penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 meski perangkat Flight Data Recorder (FDR) yang merupakan bagian dari kotak hitam, tidak ditemukan.

“Kami akan melakukan penyelidikan dengan benda-benda yang sudah ditemukan oleh tim SAR,” kata investigator KNKT Oni Suryowibowo di Pasir Pogor, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 21 Mei 2012.

Namun Oni mengakui fungsi FDR sesungguhnya sangat penting untuk memadu-madankan serpihan-serpihan lain Sukhoi  yang sebelumnya telah ditemukan tim SAR seperti Emergency Locator Transmitter (ELT) dan Cockpit Voice Recorder (CVR).

Oni menjelaskan, posisi FDR menjadi penting karena perangkat ini merekam ketinggian pesawat, kecepatan pesawat, dan temperatur udara pada saat pesawat melintas. Namun karena benda ini akhirnya tidak ditemukan, maka KNKT akan berjuang dengan perangkat lain yang ada.

Badan SAR Nasional sebelumnya menyatakan, meski tim SAR telah berupaya maksimal, namun FDR hingga kini belum juga ditemukan. “Tim SAR sudah mencari FDR sampai radius satu kilometer dari lokasi jatuhnya pesawat. Kini operasi pencarian ditutup,” kata Kepala Basarnas, Marsekal Madya Daryatmo.

Tim SAR Temukan Lagi Parasut Sukhoi

VIVAnews -- Evakuasi korban Superjet-100 yang menabrak tebing Gunung Salak telah resmi dihentikan, meski demikian tim SAR Indonesia dan Rusia tetap beraktivitas mencari potongan tubuh para korban dan serpihan pesawat.

Semalam, tim berhasil menemukan sejumlah potongan tubuh korban yang masih tersisa di lokasi jatuhnya pesawat, juga serpihan pesawat. Mereka dapati perangkat Emergency Locater Transmitter (ELT) dan sebuah parasut yang masih terikat dengan kencang.

Komandan Resimen Militer (Danrem) Surya Kencana 061, Bogor, Kolonel Infantri AM Putranto, mengatakan tim SAR Rusia dan Indonesia juga menemukan sejumlah dokumen milik penumpang. "Serpihan pesawat dan dokumen ini akan dikirim ke Halim Perdanakusuma untuk diselidiki," kata dia di Pasir Pogor, Kabupaten Bogor, Senin 21 Mei 2012.

Soal temuan parasut, AM Putranto mengatakan, dipastikan alat itu belum digunakan. "Masih terlihat terikat kencang. Jadi parasut belum digunakan," tegasnya.

Dia menambahkan, ini adalah hari terakhir bagi tim Rusia untuk bekerja di lokasi jatuhnya pesawat. "Sepuluh anggota tim Rusia hari ini terakhir. Mereka akan kembali ke Jakarta."

Sebelumnya, soal parasut menjadi topik kontroversial dalam kasus kecelakaan pesawat bikinan Rusia itu. Penemuan parasut di dekat jenazah diduga pilot memicu dugaan, penerbang itu berniat melarikan diri saat pesawat dalam kondisi krisis.

Peralatan Keselamatan
Terkait itu, investigator Rusia, Searge Kotrostiev, mengakui memang ada parasut dalam SSJ-100. Namun itu adalah bagian dari peralatan keselamatan pesawat dalam kondisi darurat, tidak dikhususkan bagi pilot untuk melarikan diri.

"Parasut ada, menjadi bagian tidak terpisahkan dari pesawat," kata dia dalam konferensi pers di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Selasa 15 Mei 2012.

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Tatang Kurniadi, menegaskan isu pilot Sukhoi, Alexander Yablontsev, melarikan diri belum bisa dibuktikan. "Parasut itu prosedur pertahanan. Kalau pesawat jatuh di hutan atau daerah bersalju, parasut ini bisa dijadikan tenda," kata Tatang, Jumat 18 Mei 2012.

Musibah SSJ-100 & "Perang" Produsen Pesawat

VIVAnews - Entah apa yang membuat Sukhoi Superjet-100 menabrak tebing Gunung Salak dan menewaskan 45 orang di dalamnya. Bisa karena faktor kesalahan manusia, cuaca, atau ketidakberesan pesawat itu sendiri.

Apapun itu, tragedi dalam "joy flight" Rabu 9 Mei 2012 menjadi batu sandungan bagi ambisi Rusia merajai ekspor pesawat komersial modern. Dan ternyata, negeri pecahan Uni Soviet itu bukan satu-satunya yang berjuang.

Seperti dimuat Star Tribune, seperti halnya Rusia, China juga memiliki mimpi yang sama. Superjet buatan Rusia dan ARJ21 bikinan China adalah jet regional yang ditawarkan ke pasar yang didominasi oleh Embraer buatan Brasil dan Bombardier pabrikan Kanada. Sementara, untuk pasar pesawat besar masih dirajai Boeing dan Airbus.

Untuk pasar pesawat besar itu, Rusia juga sedang mengembangkan MC-21, sementara China punya C919, keduanya berpotensi menjadi pesaing Boeing 737 dan Airbus A320.

Sebelum celaka, Superjet yang telah mendapatkan sertifikasi dari Badan Keselamatan Udara Uni Eropa telah menarik perhatian publik dunia, membuat Rusia percaya diri bisa menjual 40 pesawat per tahun mulai tahun 2014. Meski, empat pesawat pertama yang digunakan maskapai Aerofol, Rusia, menderita beberapa kali kerusakan, yang menyebabkan sejumlah pembatalan penerbangan.

Sementara ARJ21 milik China telah melakukan penerbangan perdananya pada 2008. Perusahaan pembuatnya, Comac, telah mulai mengirimkan produknya tahun lalu, sertifikasi dari otoritas China dan Amerika mungkin baru ke luar tahun depan.

Pesawat besar C919 dijadwalkan menjalani uji coba pada 2014 mendatang, jadwal itu bisa jadi meleset. Comac sendiri belum mengungkap berapa jumlah pesawat yang dipesan.

Saat Dubai Air Show November 2011 lalu, Irkut, perusahaan Rusia pembuat MC-21 mengklaim, sudah ada 235 pesanan pesawat, kebayakan dari negara bekas pecahan Uni Soviet. Pesawat itu juga dijadwalkan menjalani tes pada 2014, namun eksekutif Irkut mengaku, perusahaannya masih mencari kolega internasional untuk membantu pemasaran produknya.

Kemudian, masih ada lagi Jepang. Mitsubishi yang selama ini juga memproduksi pesawat, bercita-cita menjadi produsen pesawat secara utuh.

Namun, peluncuran Mitsubishi Regional Jet (MRJ) baru saja tertunda. Penerbangan perdananya yang direncanakan tahun ini, mundur jadi tahun depan. MRJ diklaim sebagai pesawat yang bagus, namun seperti halnya para pesaingnya, belum mendapatkan order massal seperti yang diharapkan.

Keterlambatan, kerusakan dan bahkan kecelakaan adalah risiko yang dihadapi dalam peluncuran pesawat baru. Termasuk dialami pemain lama, yang telah berpengalaman. Sementara bagi pendatang baru, tak ada jaminan produk mereka mendapatkan pembeli potensial.

Alasan Basarnas Hentikan Pencarian FDR Sukhoi

VIVAnews - Badan SAR Nasional, Senin 21 Mei 2012, resmi menghentikan pencarian Flight Data Recorder (FDR) pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menabrak tebing di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. Basarnas merasa proses pencarian telah maksimal.

"Secara resmi, operasi Basarnas di Gunung Salak dihentikan," ujar Direktur Operasi Basarnas, Sunarbowo saat berbincang dengan VIVAnews.

Menurut dia, tugas Basarnas hanya sampai pada proses evakuasi korban. Sementara itu, untuk pencarian FDR, menjadi kewenangan lembaga lain, yaitu Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). "KNKT pasti punya program sendiri soal FDR, karena kewenangaannya sudah pada mereka," ujar Sunarbowo.

Basarnas, kata Sunarbowo, mempersilakan jika KNKT akan mendaki Gunung Salak untuk mencari FDR yang diperlukan untuk proses penyelidikan penyebab jatuhnya pesawat. Namun, tambah dia, Basarnas tidak akan memperpanjang operasinya. "Kalau KNKT akan mencari FDR silakan. Mungkin nanti akan dibantu oleh aparat lokal, mungkin polisi atau aparat setempat," tutur dia.

Hingga operasi Basarnas dihentikan, FDR Sukhoi Superjet 100 belum ditemukan. SAR hanya menemukan Cockpit Voice Recorder (CVR). FDR diperlukan untuk proses penyelidikan penyebab kecelakaan pesawat, karena berisi data-data penerbangan seperti ketinggian pesawat, kecepatan, dan temperatur saat pesawat melintas. Data itu akan dipadukan dengan CVR yang berisi rekaman percakapan di kokpit selama penerbangan.

Sementara itu, KNKT menyatakan siap menyelidiki penyebab kecelakaan Sukhoi Superjet 100 itu meski tanpa FDR. "Kami akan melakukan penyelidikan dengan benda-benda yang sudah ditemukan oleh tim SAR," kata investigator KNKT Oni Suryowibowo di Pasir Pogor.

Oni mengakui fungsi FDR sesungguhnya sangat penting untuk proses investigasi. Namun karena benda ini tidak ditemukan, maka KNKT akan berjuang dengan perangkat lain yang ada.

Tanpa FDR, Gerakan Sukhoi Sulit Diketahui

Flight Data Recorder Sukhoi dinyatakan tak ditemukan.


VIVAnews – Evakuasi dan identifikasi korban kecelakaan Sukhoi Superjet 100 seluruhnya telah rampung. Namun komponen Flight Data Recorder (FDR) yang merupakan bagian dari kotak hitam Sukhoi, dinyatakan tidak ditemukan.

Ketua penyelidik kasus Sukhoi di Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Prof Mardjono Siswosuwarno, menyatakan tidak ditemukannya FDR akan berpengaruh terhadap proses investigasi KNKT untuk menguak penyebab kecelakaan Sukhoi SSJ 100.

“Penyelidikan akan memakan waktu lebih lama. Selain itu, tanpa FDR kita tidak tahu gerakan-gerakan pasti yang dilakukan pesawat,” kata Mardjono saat dihubungi VIVAnews, Senin 21 Mei 2012. Sejauh ini, tim SAR hanya berhasil menemukan Cockpit Voice Recorder (CVR), komponen pasangan FDR dalam kotak hitam.

FDR dan CVR sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari kotak hitam yang dapat mengungkap penyebab Sukhoi nahas buatan Rusia itu menabrak lereng Gunung Salak, 9 Mei 2012. CVR berfungsi merekam suara pilot, kopilot, dan semua bunyi yang ada dalam kokpit.

Sementara FDR berfungsi untuk merekam ketinggian pesawat, kecepatan pesawat, dan temperatur udara pada saat pesawat melintas. Oleh karena itu FDR berperan penting untuk mengetahui akurasi posisi dan gerakan Sukhoi selama joy flight dan saat kecelakaan terjadi.

“Dengan FDR, hasil penyelidikan akan lebih akurat,” ujar Mardjono yang merupakan Guru Besar Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung. Pentingnya peran FDR ini juga diakui oleh salah seorang investigator KNKT, Oni Suryowibowo.

Menurutnya, FDR sangat vital untuk memadu-madankan serpihan-serpihan lain Sukhoi  yang sebelumnya telah ditemukan tim SAR seperti CVR dan Emergency Locator Transmitter (ELT).
Apapun, kini KNKT akan berupaya melakukan investigasi tanpa adanya FDR. “Kami akan melakukan penyelidikan dengan benda-benda yang sudah ditemukan oleh tim SAR,” tegas Oni.

Sebelum Celaka, Seluruh Sistem Sukhoi Baik

Pemeriksaan awal tim investigasi menyebut tak ada masalah dalam sistem pesawat Sukhoi itu.


VIVAnews - Pemeriksaan awal menunjukkan seluruh sistem Sukhoi Superjet 100 yang menabrak tebing di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, berfungsi dengan baik. Demikian dilansir media Rusia, Ria Novosti, yang mengutip sumber dalam tim investigasi Indonesia-Rusia pada Senin 21 Mei 2012.

Sumber itu juga menyebut sistem peringatan dan pengenalan medan pada pesawat dalam kondisi menyala sebelum celaka. Namun, hingga kini belum ada keterangan resmi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebagai otoritas di Indonesia yang bertugas menyelidiki kecelakaan ini.

Hingga saat ini, perangkat black box atau kotak hitam pesawat yang ditemukan baru bagian Cockpit Voice Recorder (CVR). Perangkat ini berisi rekaman percakapan pilot di kokpit pesawat.

Sementara itu, bagian Fligh Data Recorder (FDR) hingga kini belum ditemukan. Perangkat ini berisi rekaman data-data penerbangan, seperti ketinggian, kecepatan, dan temperatur saat pesawat mengalami kecelakaan.

KNKT sendiri menyatakan siap melakukan penyelidikan tanpa adanya FDR itu. Tim investigasi akan menggunakan CVR dan perangkat lain yang ditemukan oleh SAR.

Sukhoi Superjet 100 itu celaka di Puncak Gunung Salak I pada Rabu 9 Mei 2012. Sebanyak 45 orang tewas dalam tragedi itu.

Tim forensik menyatakan telah berhasil mengidentifikasi seluruh korban. Hari ini, Selasa 22 Mei 2012, pihak keluarga diperkenankan melihat jasad para korban. Rabu besok, rencananya akan dilakukan serah terima jenazah kepada keluarga korban.

Moncong dan Badan Pesawat Sukhoi Terpisah

Moncong dan Badan Pesawat Sukhoi Terpisah

 

VIVAnews – Tim evakuasi korban Sukhoi Superjet 100 yang jatuh setelah menabrak Gunung Salak, Jumat 11 Mei 2012 siang ini telah sampai di sekitar lokasi reruntuhan pesawat buatan Rusia itu, meski belum bisa mendekat.

Seorang fotografer Warta Kota berna Adhi Kelana pun sempat melihat kondisi reruntuhan Sukhoi dari ketinggian 1.600 mdpl. “Saya berhasil mengambil foto dari jarak sekitar 1 km dari lokasi reruntuhan pesawat pada jam 08.00 pagi,” kata Adhi yang bersama rombongan wartawan lainnya terus mengikuti proses evakuasi korban di lereng Gunung Salak, Kabupaten Bogor.

Mirisnya, Adhi melihat kondisi pesawat Sukhoi SSJ 100 sudah hancur. “Bagian moncong dan badan pesawat terlihat pecah di tebing dengan ketinggian 200 meter dan tingkat kecuraman hampir 90 derajat,” papar Adhi yang melihat reruntuhan Sukhoi secara horizontal dari tebing yang berbeda.

“Kepala atau moncong pesawat hancur, badan pesawat pecah, ekor pesawat juga pecah,” tutur Adhi. Ia melanjutkan, di bagian bawah atau ujung ekor pesawat tampak identitas atau logo Sukhoi terpatri di sana. Tak salah lagi, itulah pesawat Sukhoi SSJ 100 yang touring dalam rangka promosi di sejumlah negara Asia.

Adhi menambahkan, posisi antara dirinya dan tim SAR dipisahkan oleh jurang yang sangat dalam sehingga tidak mungkin dapat mendekat lebih lanjut. “Tak mungkin mendekati tebing Ciapus sebelah selatan tenpat reruntuhan pesawat terlihat,” kata Adhi yang saat ini mendapat perawatan akibat cuaca dingin dan dehidrasi.

Roy Suryo Pastikan Kecelakaan Sukhoi Bukan Karena Ponsel

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Roy Suryo yang juga ahli telematika, menepis anggapan tragedi kecelakaan dahsyat atas pesawat Sukhoi Superjet-100 karena masih ada penumpang mengaktifkan telepon seluler (HP) milik mereka saat terbang.

"Kecelakaannya sangat fatal, jadi sama sekali bukan karena 'HP' seperti isu yang banyak beredar. Apalagi HP sudah 'off' ketika pesawat 'take-off' (tinggal landas) dan tidak pernah terdeteksi 'on' (menyala) lagi," katanya di Jakarta, Jumat.

Dikatakannya, meski secara resmi tetap harus menunggu hasil (penyelidikan) Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) setelah memeriksa 'black-box'-nya, tetapi ada beberapa hal yang patut dikritisi.

"Analisa saya terakhir menunjukkan adanya inisiatif untuk berani turun dari 10.000ft (kaki) ke 6000ft, sampai dimungkinkan tidak mengiraukan GPWS, bahkan ketika masih di kecepatan sekitar 400 Km per jam adalah hal yang sangat fatal," tandasnya.

Jadi sekali lagi, menurutnya, ini jelas bukan karena HP seperti isu yang banyak beredar.
"Kan saya katakan tadi, seluruh HP sudah di-'off' (dimatikan) dan tidak pernah terdeteksi 'on' lagi saat pesawat 'take off'," ujarnya.

Disebutnya, kerasnya benturan di lereng Gunung Salak di ketinggian 5800ft ini yang membuat ELT/ELBA sampai sempat berfungsi.

"Itu terjadi karena memperoleh 'impact >25G'. Namun, semoga 'black-box' Masih tetap bisa dianalisa nantinya, sehingga tidak ada info sesat mengenai tragedi mengerikan ini," kata Roy Suryo.

Pesawat Sukhoi Hanya Utuh di Bagian Ekor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, diduga berada di ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut atau di tebing yang mengarah ke Puncak Manik gunung tersebut.

Perkiraan lokasi pesawat Sukhoi itu disampaikan fotografer Wartakota Adi Kelana yang sejak Kamis (10/5) sore bersama 10 fotografer lain didampingi anggota Basarnas menuju lokasi tempat musibah jatuhnya pesawat yang berpenumpang 46 orang itu.
Adi terpaksa dirawat oleh tim PMI karena sesampainya di Posko 1 Cijeruk mengalami dehidrasi dan kaki kanannya patah setelah terjatuh saat turun. Bahkan dalam pendakian itu dirinya hanya berbekal sedikit makanan serta tidak membawa tenda.
Dikatakannya, kondisi pesawat dalam keadaan hancur di dalam jurang setelah menabrak dinding, yang terlihat utuh hanya di bagian ekor.
Kondisi cuaca dan medan yang cukup ekstrem di Gunung Salak menghambat proses evakuasi korban jatuhnya pesawat terbang Sukhoi Superjet 100 tersebut.
Dari pantauan di Posko Embrio Peternakan Sapi Cipelang, kabut pada pukul 09.00 WIB sudah menyelimuti gunung yang masuk dalam kawasan taman nasional tersebut padahal sekitar 07.00 WIB langit di kawasan tersebut cukup cerah.
Kondisi cuaca memang cepat berubah, kendati demikian sejumlah tim evakuasi yang berasal dari berbagai elemen baik Basarnas, TNI, maupun Polri sudah bersiap-siap bergerak menuju lokasi jatuhnya pesawat yang berada di tebing gunung tersebut.
Sementara itu, heli terlihat berputar-putar di atas punggung gunung tersebut guna memantau kemungkinan mencapai lokasi dengan melihat kondisi cuaca.

Russia Today: Tak Ada Tanda-tanda Kehidupan Korban Sukhoi

REPUBLIKA.CO.ID, Peristiwa jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet-100 di kawasan Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat mendapat perhatian serius dari stasiun televisi Rusia, Russia Today.

Stasiun televisi itu dalam sebuah beritanya melaporkan, kemungkinan seluruh penumpang dan kru pesawat Shukoi tewas dalam kecelakaan itu.

Reporter Russia Today dari Jakarta melaporkan berdasarkan pemantauan tim SAR Indonesia tak ada tanda-tanda kehidupan dari para penumpang pesawat Shukoi yang jatuh itu.

Tragedi Sukhoi Bikin Resah Calon Penumpang Pesawat

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU - Tragedi jatuhnya pesawat buatan Rusia Sukhoi Super Jet (SSJ) 100 di Gunung Salak, Bogor, pada Rabu (9/5) lalu membuat sejumlah calon penumpang pesawat di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru cukup resah.

Beberapa calon penumpang pesawat Lion Air misalnya, yakni Donna dan Afriani, keduanya yang tengah menunggu untuk diterbangkan menuju Jakarta, Jumat (10/5) siang, mengaku resah dan cemas akibat tragedi kecelakaan pesawat andalan Rusia yang menjadi tayangan utama di berbagai media Tanah Air itu.

"Sangat resah dan cemas. Tapi saya berusaha untuk tetap tenang. Harapan kami, pemerintah lebih ketat dalam menyeleksi pesawat komersil," kata Donna.

Sementara Afriani yang duduk disebelah Donna, mengaku cukup khawatir saat setiap kali menumpangi pesawat ketika berpergian ke luar kota untuk kepentingan bisnis.

"Rasanya ingin naik mobil saja, biar lama sampainya, tapi untuk sekarang ini sepertinya lebih tenang dan nyaman. Naik pesawat, saya sangat cemas sekarang," katanya.

Tragedi Sukhoi tak Ganggu Kerja Sama RI-Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengatakan bahwa hubungan bilateral antara Indonesia dan Rusia tidak akan terganggu dengan adanya peristiwa jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100. Peristiwa tersebut malah akan meningkatkan kerja sama antar dua negara.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan, Mayjen TNI Ediwan Prabowo usai acara Penandatanganan Kontrak TANK BMP-3F, di Gedung Kemhan, Jakarta, Jumat (11/5).

Ediwan mengatakan, bahwa kepentingan penerbangan yang dilakukan Sukhoi Superjet 100 adalah untuk kepentingan komersil. Bukan untuk keperluan TNI. Kendati demikian, dengan adanya peristiwa tersebut, akan dijadikan pihaknya sebagai pelajaran demi meningkatkan kerja sama dalam bidang militer ke depannya.

Pada acara tersebut, Kemhan melakukan pembelian sebanyak 37 unit kendaraan tempur infanteri dengan jenis BMP-3F seri 2. Pada penggunaan perlengkapan militer tersebut, TNI telah menggunakan tank BMP-3F sejak Desember tahun lalu sejumlah 17 unit.

Sementara yang mengoperasikan kendaraan tersebut adalah Korps Marinir TNI AL. Dari segi teknologi, kendaraan tempur lapis baja tersebut dapat dikatakan sesuai dengan kebutuhan pertempuran masa kini atau biasa dikenal pertempuran asimetris.

Selain itu, keunggulan-keunggulan lainnya yang dimiliki Tank BMP-3F seri ke 2 produksi perusahaan Rosoboronexport Rusia adalah mampu beroperasi di laut selama tujuh jam. Untuk menunjang kemampuan amfibinya, tank tersebut dapat dilengkapi dengan snorkel.

Dalam hal meriam, BMP-3F dilengkapi kanon kaliber 100 mm. Di mana kanon ini dirancang untuk menembakkan peluru atau roket non-kendali (shell). Kanon jenis ini masuk dalam kategori balistik sedang, dengan kecepatan tembak berkisar 250m/detik.

Selain Indonesia dan Rusia, BMP-3F saat ini juga digunakan angkatan bersenjata Ukraina, Sri Lanka, Siprus, Kuwait, Uni Emirate Arab serta Korea Selatan. Ediwan mengungkapkan, pengadan alat perang tersebut dilakukan Kemhan dengan menggunakan fasilitas pendanaan melalui APBN 2011. "Pengadaan kali ini adalah lanjutan dari 17 unit yang telah dilakukan pada 2008," katanya.

Kepala Perwakilan JSC Rosoboronexport di Indonesia, Vadim Varaksin menyesalkan penandatanganan tersebut dilatarbelakangi kecelakaan tragis pesawat Sukhoi. Kendati demikian, pihaknya mengatakan tidak akan menjadikan peristiwa tersebut sebagai penghalang dari kerja sama dua negara. "Ini pembelian kedua. Jadi mencerminkan TNI AL puas dengan pembelian sebelumnya," kata dia.

SAR: Tidak Ada Survivor dari Sukhoi

Kondisi pesawat hancur setelah menabrak lereng curam dengan kecepatan 800 km/jam.


VIVAnews - Tim SAR bekerja sama dengan sejumlah instansi termasuk TNI masih melakukan evakuasi atas korban pesawat Sukhoi Superjet-100 yang jatuh di tebing Puncak I Gunung Salak, Bogor. Sejauh ini, SAR tidak menemukan korban selamat.

"Tidak ada survivor (korban selamat). Kami belum menemukan survivor," kata juru bicara Badan SAR Nasional Gagah Prakoso di Bandara Halim Perdanakusuma, hari ini. Tim lapangan, imbuhnya, masih memilah dan mengumpulkan korban.

Dia menambahkan, kondisi pesawat hancur setelah menabrak lereng curam dengan kecepatan 800 kilometer per jam. "Pesawat jatuh dari ketinggian 5600 kaki," urainya.
Gagah juga menjelaskan tim belum menemukan kotak hitam. Kotak hitam pesawat biasanya bisa mengungkap penyebab kecelakaan. Di dalamnya, percakapan awak pesawat terekam.
Pesawat Sukhoi ini hilang kontak dengan menara kontrol Bandara Soekarno Hatta, Rabu kemarin pukul 14.33 WIB. Saat itu, pilot meminta izin untuk menurunkan pesawat dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki.

Pilot Baru Pertama Kali Terbang di Indonesia

"Tapi tidak mungkin menerbangkan pesawat jika tidak melakukan prepare," kata dia. 

 

VIVAnews - Pilot pesawat Sukhoi Super Jet-100 yang jatuh di Gunung Salak, Jawa Barat, ternyata baru pertama kali menerbangkan pesawat di kawasan Indonesia.

"Pilot menerbangkan pesawat di Indonesia baru pertama kali," kata Konsultan PT. Trimarga Rekatama, Sunaryo, kepada wartawan di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Kamis 10 Mei 2012.

Meski begitu, lanjut Sunaryo, sebelum melakukan penerbangan, pilot Aleksandr Yablontsev dan kopilot Aleksandr Kochetkov telah melakukan persiapan dan briefing flight.

"Tapi tidak mungkin menerbangkan pesawat jika tidak melakukan prepare," kata dia.

Menurut Sunaryo, pilot dan kopilot asal Rusia itu sudah menerbangkan Sukhoi yang nahas itu dari Rusia, Kazakhstan, Pakistan, Myanmar, dan Indonesia.

Sebelum peristiwa nahas terjadi, pilot sempat menginformasikan ke air traffic control (ATC) Bandara Soekarno-Hatta, bahwa pesawat akan turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki.

Namun hal ini dibantah Juru Bicara Badan SAR Nasional (Basarnas), Gagah Prakoso. "Dia hanya report ke ATC ke 6.000. Belum dijawab oleh tower dia menabrak, sebelum dijawab sudah menghilang," kata dia di Jakarta, Kamis 10 Mei 2012.

Dia menambahkan, kecepatan pesawat kala itu 800 km/jam. "Itu pesawat kecil," tambah dia.

Mengapa pilot meminta turun? "Itu biasanya inisiatif dari penerbang, mungkin saja karena cuaca atau kabut tebal," tambah dia. 

Sukhoi Sempat Promosi Penjualan ke Kemenhub

Kemenhub tidak langsung menerima tawaran itu. Mereka mengajukan sejumlah persyaratan.

VIVAnews – Pihak Sukhoi Rusia pernah mengajukan promosi penjualan pesawat kepada Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Namun dalam prosesnya, Kemenhub masih pada tahapan memberikan sejumlah persyaratan kepada Sukhoi.

“Mereka apply ke kami, bertanya bolehkah mereka promosi. Lalu kami beritahu persyaratannya. Kalau mau jual dan sebagainya caranya begini,” kata Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan di Istana Negara, Jakarta, Kamis 10 Mei 2012.

Menurut Mangindaan, pihak Sukhoi telah berkoordinasi dengan Kemenhub untuk promosi joy flight di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Namun Kemenhub tidak ikut campur tangan dalam promosi tersebut karena belum ada perjanjian atas beberapa persyaratan yang diajukan Kemenhub.

“Kami tahu mereka mau promosi. Tapi kami belum boleh ikut campur karena teknis sekali. Namanya juga masih bisnis. Nanti kalau bagian persyaratan untuk mengecek bolehkah pesawat ini diterbangkan di Indonesia, nah itu baru ada tim dari kami,” ujar Mangindaan.

Mangindaan mengungkapkan, beberapa maskapai penerbangan di tanah air sudah menanyakan masalah bisnis Sukhoi ini kepada Kemenhub. Namun pihaknya belum memberi tanggapan karena belum memiliki bukti apakah kondisi pesawat dan unsur lainnya sudah memenuhi persyaratan atau belum.

“Prosesnya belum sampai Kemenhub. Tapi kami siap. Kami sudah tahu ada promosi,” tutur Mangindaan. Sukhoi Superjet 100 ditemukan jatuh di Gunung Salak, Kabupaten Bogor, Kamis 10 Mei 2012, setelah hilang kontak pada Rabu sore, 9 Mei 2012 kemarin.

 

Pilot Sukhoi Tak Kenal Medan dengan Baik

Hal ini terlihat dari pilihan pilot dan kopilot yang memilih turun saat menghindari awan. 

 

VIVAnews - Pilot pesawat Sukhoi SuperJet-100 yang jatuh di Gunung Salak, Jawa Barat, tidak mengenai medan di mana dia menerbangkan pesawat. Hal ini terlihat dari pilihan pilot, Aleksandr Yablontsev dan kopilot Aleksandr Kochetkov saat menghindari awan.

Juru bicara Badan SAR Nasional Gagah Prakoso menjelaskan pilot punya beberapa pilihan untuk menghindari awan tebal. "Mau turun, ke atas, ke kiri atau ke kanan," kata Gagah kepada wartawan di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis 10 Mei 2012.

Nahas, pilot Sukhoi malah memilih turun ke bawah karena melihat di bawah kosong. Mereka tidak sadar, Gunung Salak menjulang sampai ketinggian sekitar 7.000 kaki.
Pesawat ini sempat meminta turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki sesaat sebelum hilang kontak, Rabu sore sekitar pukul 14.33 WIB.

Kontak terakhir dengan Menara Bandara Soekarno-Hatta pesawat sedang menghindari awan. "Saya pikir karena faktor cuaca, dia akhirnya menghindar," imbuhnya. "Mereka tidak mengenal medan dengan baik."

Tak bisa dipungkiri, kedua pilot memang orang asing sehingga tidak mengetahui banyak hal mengenai medan saat menerbangkan pesawat saat berdemo dari Bandara Halim Perdana Kusuma.
Pesawat Sukhoi berpenumpang 45 orang itu ditemukan di Desa Loji, Cijeruk, Bogor dalam kondisi hancur. (ary)

Sukhoi Company akan Santuni Korban Masing-masing 50 Ribu Dolar AS

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sukhoi Company akan memberikan santunan kepada keluarga korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet-100 masing-masing sebesar 50 ribu dolar AS, kata Sunaryo dari Business Development Consultant PT Trimarga Rekatama, agen pesawat Sukhoi di Indonesia.

"Dari pihak Trimarga sendiri akan terus menyediakan keperluan-keperluan yang dibutuhkan dalam proses untuk saat ini," kata Soenaryo saat memberikan pernyataan kepada pihak keluarga korban di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Jumat.

Dia juga menyatakan bahwa santunan akan diberikan sesuai standar. "Dan kalau bisa lebih daripada itu," katanya.

Soenaryo juga mengucapkan belasungkawa kepada seluruh keluarga korban yang ditinggalkan.
Badan SAR Nasional (Basarnas) menyatakan telah menemukan 12 jenazah penumpang pesawat komersial yang menabrak punggung gunung dan jatuh di kawasan Gunung Salak, Bogor, pada Rabu (9/5) tersebut.

Beberapa keluarga korban yang sejak Rabu menunggu kabar kerabat mereka tak kuasa menahan kesedihan, ada yang menangis, ada yang sampai pingsan mendengar kabar tersebut.

Astronom UEA: Ramadhan Diperkirakan Jatuh 21 Juli 2012

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Seorang astronom Uni Emirat Arab memperkirakan bulan Ramadhan dimulai pada Sabtu, 21 Juli 2012. Sementara Idul Fitri akan jatuh pada 19 Agustus 2012.

Peneliti dan Pengawas Astronomi Planetarium Sharjah Ibrahim Al Jarwan mengatakan, bulan sabit akan muncul sekitar Kamis 19 Juli 2012, pukul 8.24 pagi waktu setempat. Matahari akan terbenam pada sekitar pukul 5.09 sore, sementara bulan akan muncul dua menit setelah matahari terbenam.

"Bulan sabit pada Syawal 1433 akan muncul pada Jumat 17 Agustus 2012, pada pukul 5.54 sore waktu setempat. Sementara matahari terbenam akan berada di hari yang sama pada pukul 6.49 sore, " kata dia.

Al Jarwan menegaskan, penampakan bulan sabit tak mungkin terjadi pada Kamis malam namun akan terlihat pada Jumat malam. Oleh sebab itu, Sabtu 21 Juli akan menjadi hari pertama Ramadhan.

Alasan Sukhoi Turun Ada di ATC dan Blackbox

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Alasan mengapa pilot Sukhoi Superjet 100 menurunkan ketinggian (feet) dari 10.000 menjadi 6.000 masih menjadi misteri. Komandan Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Marsma TNI A. Adang Supriyadi, mengungkapkan alasan pesawat tersebut turun ada pada Air Traffic Control (ATC) dan Blackbox.

"Rekaman itu ada di ATC dan blackbox pesawat. Yang bisa mengakses cuma KNKT," ungkap Adang saat dihubungi Republika, Jakarta, Jumat (11/5).

Dia mengaku tidak tahu informasi apa yang berada di ATC dan blackboks. Meski demikian, ungkapnya, semua kontak pesawat dengan induk akan terekam di ATC dan blackbox. Termasuk, rekaman terakhir yang meminta pesawat untuk turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6000 kaki.

Kepala Badan SAR Nasional, Marsma Daryatmo, pun mempertanyakan mengapa pesawat Sukhoi super 100 tiba-tiba minta turun dari ketinggian 10.000 kaki ke ketinggian 6000 kaki. Menurutnya, kontak terakhir yang terjadi setelah pukul 14.00 WIB tersebut masih mengundang tanda tanya besar.

"Saya juga tanyakan itu. Mengapa Sukhoi minta turun," ungkap Daryatmo di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/5).
Menurutnya, pesawat meminta turun sebelum jam 14.33 WIB. Ketika itu, ungkap Daryatmo, posisi koordinat pesawat berdekatan dengan posisi terakhir saat ini di gunung salak. Sementara, gunung salak memiliki tinggi 7000 kaki.

Black Box Sukhoi akan Diteliti di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia dan Rusia sepakat bahwa kotak hitam (black box) pesawat Sukhoi Superjet-100 yang jatuh di Gunung Salak, Bogor, akan diteliti di Indonesia.

Keputusan itu diungkapkan dalam jumpa pers bersama antara Menteri Perhubungan RI EE Mangindaan dengan tim dari Rusia yang didampingi Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander Ivanov, di Bandara Halim Perdanakusumah Jakarta, Jumat (11/5).

Untuk keperluan investigasi, menurut EE Mangindaan, dalam beberapa waktu mendatang akan datang pesawat dari Rusia dengan membawa perlengkapan untuk mendukung tim investigasi Indonesia. Rusia siap membantu investigasi dengan transparan dan tidak ada yang ditutup-tutupi.

Black box merupakan kotak hitam, sebuah perangkat elektronik yang bisa merekam pembicaraan terakhir di cockpit sebelum sebuah pesawat mengalami kecelakaan.

Chappy Hakim: Pesawat Baru Sering Bermasalah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat penerbangan, Chappy Hakim, masih belum  bisa menjelaskan penyebab utama dari kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor. Namun demikian, ia mengatakan, setiap pesawat baru sering kali mengalami masalah yang belum bisa diprediksi.
''Apa penyebabnya, saya masih belum  bisa menduga-duga. Tapi pesawat yang baru memang suka mengalami masalah,'' kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara ini dalam pembicaraan melalui saluran telpon kepada Republika di Jakarta, Kamis (10/5).
Chappy mengatakan, pesawat ini kabarnya baru kali pertama terbang. Rute yang baru ditempuhnya adalah Rusia-Indonesia. Insiden semacam ini, kata Chappy, bukanlah kali pertama dialami oleh pesawat baru. Di Indonesia, ia menyebutkan pernah adanya mesin yang terjatuh ketika terbang di Batam.
Lalu untuk teknologi, Chappy mengatakan, kemampuan pesawat ini tak ada yang perlu diragukan. Ia mengklasifikasi pesawat ini bagus, modern serta memiliki peralatan yang cukup lengkap. ''Inilah yang coba kita ketahui. Tapi saya masih belum bisa  menyampaikan apakah ada kesalahan fatal atau tidak fatal,'' ujarnya.
Perihal data rekaman yang mengabarkan pesawat ini turun dari ketinggian 10 ribu kaki menuju 6 ribu kaki, Chappy juga mempertanyakan alasannya. Ia mengatakan, alasan yang sering dilakukan pesawat menurunkan ketinggian biasanya bertujuan untuk mendarat.
Sementara jika cuaca sedang buruk, Chappy menambahkan, biasanya ketinggian pesawat dinaikkan. ''Nanti setelah kotak hitam ditemukan, baru akan kita ketahui alasan turunnya pesawat ini. Sekarang ini kita masih belum bisa mengetahuinya.''

source: republika.co.id

Inilah Sejarah Sukhoi Superjet 100

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW---Sukhoi Superjet 100 merupakan pesawat penumpang untuk jarak tempuh menengah yang dirancang sejak tahun 2000.

Superjet 100 menjadi pesawat penumpang pertama sejak keruntuhan Uni Soviet dan juga merupakan pesawat sipil pertama buatan Sukhoi yang terkenal dengan jet tempurnya.
Biro rancang pesawat itu bermitra dengan berbagai pihak asing dalam pengembangan Superjet 100, termasuk Boeing, dimana sejumlah ahlinya turut serta dalam merancang pesawat tersebut.
Sejumlah pihak asing yang juga mengerjakan Superjet 100 diantaranya adalah perusahaan asal Italia, Finnmeccanica, yang menjadi investor terbesar, perusahaan asal Prancis Snecma untuk mesin dan perusahaan Thales untuk perangkat avionik.
Selain itu firma asal Jerman Liebherr juga turut dalam pengerjaan sistem pengendalian dan sistem penunjang kehidupan pesawat Superjet 100.
Program pesawat ini sempat tertinggal karena penundaan pengembangan mesin serta sertifikasi.
Superjet 100 melakukan terbang perdananya pada 2008 dan mendapat sertifikasi untuk beroperasi di Rusia pada 2011 dan di Uni Eropa pada Februari 2012.
Mesin ganda Superjet 100 --yang bisa memuat 100 penumpang-- memiliki kecepatan jelajah 828 kilometer per jam dengan jarak jelajah maksimum antara 3.000 hingga 4.500 kilometer dengan muatan penuh, tergantung kapasitas tempat duduk.
Pesawat tersebut dibuat dengan tujuan untuk menggantikan pesawat Tupolev Tu-134 dan Yakovlev Yak-42 dan bersaing dengan pesawat penumpang dari perusahaan asal Brazil, Embraer E-Jets dan perusahaan asal Kanada, Bombardier CRJ dengan menawarkan alternatif yang lebih murah dari keduanya sebanyak 35 juta dolar AS per unit.
Pesawat tersebut terjual secara lambat namun berkesinambungan di pasar yang amat berkompetisi, dimana Maskapai Aeroflot asal Rusia mengoperasikan sebanyak tujuh unit dan maskapai asal Armenia, Armavia sebanyak satu unit.

source: republika.co.id

Sukhoi Jatuh, Rusia Kaitkan dengan Kasus Pidana

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW---Komite Investigasi Rusia telah membuka kasus kriminal berkaitan dengan kecelakaan pesawat Rusia Sukhoi Superjet-100 di Indonesia, yang penumpangnya berjumlah setidaknya 45 orang belum ditemukan.
"Sebagai bagian dari kasus pidana, peneliti harus menganalisis prosedur pelatihan kru pesawat sebelum penerbangan dan untuk menilai kondisi teknis pesawat itu sendiri sebelum meninggalkan Rusia," kata juru bicara komite Vladimir Markin.

Teknisi yang mempersiapkan pesawat untuk penerbangan dan karyawan Sukhoi Sipil Aircraft (SCA) yang bertanggung jawab untuk proyek Superjet-100 juga akan diperiksa, katanya.
Perdana Menteri baru Rusia Dmitry Medvedev telah memerintahkan dilakukannya penyelidikan itu.
Pesawat tersebut lepas landas dari pangkalan udara Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur, namun kemudian Sukhoi Superjet-100 kehilangan kontak pada pukul 14.25 waktu setempat Rabu ketika mencoba untuk turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki di dekat satu bandara kecil di Bogor dalam perjalanan kembali ke pangkalan udara.
Satu pencarian melihat reruntuhan pesawat yang hilang itu di sisi Gunung Salak, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Kamis pagi.
Menurut seorang pejabat Indonesia, tim penyelamat telah tiba di tempat kecelakaan itu dan telah menemukan mayat-mayat, tetapi sejauh ini tidak ada yang selamat.
Presiden SCA Vladimir Prisyazhnyuk mengatakan kepada wartawan bahwa pesawat itu membawa 45 orang, termasuk delapan warga Rusia, seorang Prancis, seorang warga Amerika Serikat, dua warga Italia, dan 33 orang Indonesia. Laporan-laporan lain mengenai jumlah orang di dalam pesawat tersebut bervariasi antara 46 dan 50.

source: republika.co.id

Aeroflot Tetap Gunakan Superjet

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perusahaan Penerbangan terbesar Rusia, Aeroflot, menyatakan tak berniat menghentikan penggunaan Sukhoi Superjet 100. Pernyataan tersebut diungkapkan Aeroflot dalam akun twitter-nya, seperti dilansir Ros Business Consulting (RBC) News, Jumat (11/5).

Komentar tersebut muncul setelah insiden kecelakaan yang menimpa SSJ 100, Rabu (9/5) lalu di Indonesia. Sesaat setelah SSJ 100 lepas landas dan melakukan demo terbang kedua yang membawa 45 penumpang, pesawat mengalami kecelakaan.

Aeroflot telah membeli enam pesawat SSJ 100 dari Sukhoi untuk melayani beberapa rute penerbangan Moskow-St Petersburg dan Minsk-Nizhny Novgorod. Aeroflot dalam twitter-nya mengatakan, tak berniat menghentikan penggunaan SSJ 100 dalam melayani beberapa rute penerbangan tersebut. Meskipun para ahli mengatakan, insiden kecelakaan SSJ 100 menimbulkan keraguan sejumlah pemesan pesawat tersebut.

Saat ini Sukhoi dan Rusia menggantungkan harapan besarnya pada Aeroflot dan Armavia. Kedua perusahaan itu sebelumnya telah membeli SSJ 100. Tercatat, Sukhoi telah mengirim enam pesawat untuk Aeroflot dan satu pesawat untuk Armavia. Rusia berharap SSJ 100 dapat menuai catatan baik dalam melayani penerbangan di kedua perusahan tersebut. Dengan catatan baik itu, diharapkan nantinya akan dapat memulihkan kembali reputasi SSJ 100 di mata dunia.

Setelah insiden kecelakaan SSJ 100 di Indonesia, para ahli Rusia pesimistis akan penjualan SSJ 100. Mereka menyangsikan SSJ 100 masih dapat dipercaya, hingga penyebab kecelakaan ditemukan. Padahal sebelumnya Rusia berambisi menembus pasar penerbangan komersial Internasional melalui penjualan SSJ 100 ini.

source: republika.co.id