Flag Counter

Saturday, December 24, 2011

Usia Pesawat Garuda Masih Kalah dengan Singapore Airlines

MedanBisnis - Tangerang. PT Garuda Indonesia (Tbk) mengklaim memiliki pesawat-pesawat dengan usia yang termuda di kawasan ASEAN. Meskipun capaian itu masih di bawah Singapore Airlines, maskapai nasional milik Singapura.

Usia pesawat Garuda kalau kita bandingkan di region ini termasuk paling muda. Yang bisa mengalahkan kita hanya Singapore Airlines, bahkan Malaysia Airlines saja umur pesawatnya diatas umur pesawat-pesawat kita, kata Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar, di acara kunjungan Ferrari Owners Club Indonesia di Garuda City, Cengkareng, Minggu (18/12)
Emirsyah mengatakan saat ini jumlah pesawat Garuda sudah mencapai 90 unit, ditargetkan akan mencapai 154 unit di tahun 2014. Ia menegaskan untuk standar kesalamatan, Garuda telah mengantongi standar internasional diantaranya dari Federal Aviation Administration (FAA) di bawah Departemen Transportasi Amerika Serikat.

Pertumbuhan garuda 37% melebihi pertumbuhan pasar dan siap membuka rute baru ke India, Taipe, Maret ke Haneda via Tokyo, katanya.
Rencananya secara bertahap Garuda akan terus mendatangkan pesawat-pesawat baru sebagai upaya realisasi program quantum leap yang dilaksanakan sejak 2005.

Pada tahun 2009, Garuda Indonesia mendatangkan enam pesawat, yaitu 3 pesawat A330-200 dan 3 pesawat Boeing 737-800 Next Generations (NG), sementara pada tahun 2010 Garuda mendatangkan sebanyak 24 pesawat baru terdiri dari 23 pesawat Boeing 737-800 NG dan satu pesawat A330-200.

Pada tahun 2011 ini, Garuda mendatangkan 11 pesawat baru terdiri dari 9 Boeing 737- 800 NG dan dua buah pesawat A330-200. Satu pesawat Boeing 737-800 NG telah tiba pada Januari lalu, sementara satu pesawat A330-200 akan diterbangkan secara bertahap hingga akhir tahun 2011.
Hingga tahun 2015, direncanakan Garuda Indonesia akan memiliki sebanyak 153 pesawat yang terdiri dari Boeing 737-800NG, Airbus 330-200, dan Boeing 777-300ER..................

Pesawat Jatuh di Jalan Raya, Lima Penumpang Tewas

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--U.S. Federal Aviation Administration (FAA) telah mengkonfirmasi lima orang tewas dalam kecelakaan pesawat kecil, Selasa pagi (20/12) waktu setempat, setelah pesawat itu jatuh di jalan raya New Jersey State.

Perusahaan penanaman modal perbankan New York, Greenhill & Co., mengkonfirmasi dua direktur pelaksananya --Jeffrey Buckalew (45) dan Rakesh Chawla (36)-- serta dua anak dan istri Buckalew berada di pesawat yang jatuh di jalan raya Interstate 287.

Jalan raya tersebut adalah jalan yang digunakan banyak pengemudi dan melingkari pinggir barat dan utara daerah New York City.

Semua korban jiwa berasal dari pesawat yang jatuh dan tak seorang pun di darat cedera, kata polisi sebagaimana dikutip Xinhua, Rabu pagi.

Pesawat itu lepas-landas dari bandar udara Teterboro di New Jersey dan sedang dalam penerbangan ke negara bagian Georgia, kata juru bicara FAA Jim Peters.

Peters mengatakan pilot pesawat tersebut meminta izin untuk naik lebih tinggi lagi sebelum pesawat itu hilang dari radar.

Beberapa saksi mata mengatakan pesawat bermesin tunggal tersebut tampak pecah saat menukik ke jalur tengah yang dipenuhi pohon dan meledak di Interstate 287 di Harding, New Jersey.

Perusahaan sangat berduka sehubungan dengan kematian tragis dua rekan seniornya dan anggota keluarga Jeff, kata Greenhill & Co di dalam satu pernyataan tertulis.

Runway Bukan Penyebab Sriwijaya Tergelincir

VIVAnews - PT Angkasa Pura I (Persero) Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta membantah tergelincirnya pesawat Sriwijaya Air Boeing 737 300 Selasa 20 Desember lalu, disebabkan landasan pacu atau runway yang terlalu pendek untuk kategori bandara internasional.

Kasus tergelincirnya pesawat Sriwijaya Air itu yang berhak menjawab adalah Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kata Agus Tugi Arto, Manajer Operasi PT. Angkasa Pura I Adisucipto, kepada VIVAnews.com, Kamis 22 Desember 2011.

Ia menuturkan ukuran landasan pacu Bandara Adisucipto sudah layak digunakan untuk pemberangkatan dan kedatangan pesawat kecil maupun besar. Panjangnya sudah layak, panjang landasan 2.250 meter, ujarnya.

Menurut Agus, Pesawat Sriwijaya Air yang tergelincir dua hari lalu itu termasuk pesawat kecil. Artinya, ukuran landasan pacu Bandara Adisucipto yang hanya 2.250 meter itu bukan penyebab masalah.

Lion Air 737 ER seri 900 saja yang besar dan memuat penumpang 230 orang, tidak apa-apa, katanya.

Investigasi telah dilakukan tim KNKT untuk mengetahui insiden ini. Namun, hingga kini KNKT belum bersedia memberi keterangan.

Menurut General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Adisucipto Yogyakarta, Agus Adrianto, kondisi fisik pesawat Sriwijaya Air tersebut cukup parah...................

Garuda Cabut Pelayanan Visa di Pesawat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Maskapai penerbangan Garuda Indonesia mencabut imigration on board (pelayanan visa di pesawat) pada rute penerbangan Amsterdam-Dubai-Jakarta mulai tanggal 23 Desember 2011. Padahal fasilitas ini telah menjadi merek dagang perusahaan Indonesia tersebut.

Garuda menyediakan fasilitas imigration on board supaya pelanggan tidak perlu mengantri terlalu lama di Cengkareng pada saat tiba di Jakarta, sekitar jam 8 pagi. Namun setelah mengevaluasi penerbangan Amsterdam-Dubai-Jakarta, pihak Garuda menyimpulkan antrian di imigrasi Cengkareng masih belum ada atau sedikit sekali.

Dengan demikian pihak Garuda merasa tidak tepat jika tetap menyediakan fasilitas itu untuk penerbangan dari Amsterdam.
Antrian panjang

Menurut Kepala Regional Garuda Amsterdam-Dubai
Kokoh Ritonga, kepada Radio Nederland Rabu (21/12/2011) Kepala Regional Garuda Amsterdam-Dubai mengatakan masih ada penerbangan internasional Garuda lainnya yang tiba di Jakarta pada saat jam sibuk, di mana kalau tidak memberikan fasilitas imigration on board, antrian akan panjang.

Alasan Garuda mencabut imigration on board antara lain masih terbatasnya tenaga kerja. Untuk bisa melaksanakan pelayanan tersebut harus ada petugas dari imigrasi sendiri dan alat-alat yang diperlukan.

Jadi kita harus memilih mana yang lebih memerlukan. Akhirnya direksi kita memutuskan bahwa prioritas diberikan kepada penerbangan internasional yang tiba di Jakarta pada saat peak hour, kata Kokoh Ritonga.

Kepala regional Garuda Amsterdam-Dubai-Jakarta juga mengakui pengaruh dari langkah ini pasti ada. Tapi ia yakin pelanggan memilih terbang dengan Garuda bukan hanya semata-mata karena faktor imigration on board. Dari survei yang kita laksanakan ada beberapa karakter produk yang menjadi faktor orang memilih Garuda, dan faktornya tidak hanya imigration on board.

Sebagai contoh, Kokoh Ritonga menyebut selain harga dan kualitas pelayanan, juga jadwal penerbangan yang menjadi faktor mengapa penumpang memilih naik Garuda. Maskapai penerbangan Indonesia tersebut hanya transit di Dubai paling lama satu jam. Jadi total penerbangan Amsterdam-Jakarta paling pendek dibandingkan maskapai-maskapai lain.

Salah satu dampak dicabutnya fasilitas imigration on board, menurut Kokoh Ritonga adalah penurunan minat terhadap produk Garuda untuk waktu tertentu. Tapi dengan adanya kelebihan-kelebihan di bidang lain, kita harapkan akan kembali normal.
Sayang sekali

Sementara itu, Sie dari biro perjalanan Sie Tours and Travel di kota Amstelveen sangat menyayangkan keputusan Garuda ini.

Menurut saya ini adalah suatu ekstra pelayanan untuk penumpang. Apalagi sekarang airline-airline lainnya sedang menurunkan harga. Saya sudah ngomong dengan penumpang-penumpang kami. Mereka merasa sangat sayang sekali.

Menurut Sie, cukup banyak orang Belanda, orang Indonesia berwarga negara Belanda atau orang Belanda keturunan Indonesia, yang naik Garuda ke Indonesia. Alasan utama mengapa mereka memilih Garuda adalah karena fasilitas imigration on board.

Sie mengkhawatirkan jumlah penumpang Belanda ke Indonesia pasti akan berkurang akibat pencabutan fasilitas ini. Nilai tambah Garuda kini tinggal harga dan pajak bandara yang masih termasuk murah jika dibandingkan maskapai penerbangan lainnya.

CN-235 MPA ketiga Korean National Guard diserahkan

Bandung (ANTARA News) - Korean National Guard menerima pesawat CN-235 Maritme Patrol Aircraft  ketiga dari hanggar produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI), di Bandung, Jumat. Total pesanan pesawat intai maritim menengah dari Korea Selatan itu sebanyak empat unit dengan total nilai kontrak sekitar 94 juta dolar Amerika Serikat.

"Sebelum pesawat CN-235 MPA yang ketiga ini diterbangkan ke Korea Selatan, pesawat telah menjalani serangkaian pengujian sesuai prosedur yang berlaku serta telah menjalani uji penerimaan," kata Direktur Aircraft Integration PTDI, Budiman Saleh.

Korea Selatan sebetulnya memiliki sendiri industri pesawat terbang yang cukup mumpuni di kelas dunia. Namun telah beberapa kali negara itu mempercayakan keperluan pesawat terbangnya kepada PT Dirgantara Indonesia. Ini menjadi bukti keampuhan produk dalam negeri Indonesia dengan harga bersaing di tingkat internasional.

Korea Selatan sejak 1994 tercatat telah menggunakan dua skuadron pesawat CN-235 untuk memperkuat angkatan udaranya.

"Kepercayaan ini tentu harus dipelihara terus agar PTDI memperoleh kontrak-kontrak berikutnya, bukan hanya dari Pemerintah Korea Selatan, melainkan juga dari pelanggan-pelanggan lain yang memang membutuhkan pesawat sekelas CN-235," ujarnya.

Saleh menjelaskan, pesawat CN-235 MPA untuk Korean National Guard pertama dan ke dua telah diserahkan pada Mei 2011, sedangkan untuk pesawat yang keempat akan diserahkan pada kuartal pertama tahun 2012. Kontrak jual beli pesawat KCG ini ditandatangani pada Desember 2008 lalu.

Spesifikasi khusus CN-235 MPA antara lain dilengkapi instrumen radar khusus, forward looking infra red (FLIR-penjejak berbasis infra merah tinjauan bawah), ESM, instrumen identification friend or foe (IFF-pengenal wahana kawan atau musuh), navigasi taktik, sistem komputer taktis, kamera pengintai udara, dan beberapa yang lain. Dua mesin CT7-9C yang masing-masing berkekuatan 1.750 daya kuda dipasang di kedua pilon mesin di bentang sayapnya.

Secara fisik, CN-235 MPA ini berukuran lebih panjang dan memiliki struktur lebih kuat ketimbang seri sipil CN-235. Di bagian hidung di bawah jendela kokpit, terdapat tonjolan berisikan berbagai instrumen khusus itu. Struktur pesawat terbang juga diperkuat karena operasionalisasi CN-235 MPA lebih dominan di wilayah maritim yang berpotensi korosif terhadap metal penyusun pesawat terbang itu.

Secara khusus, Saleh bersyukur dan gembira bahwa restrukturisasi bisnis di lingkungan PTDI terus berjalan. Program restrukturisasi bisnis tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi perusahaan.

Melalui upaya restrukturisasi itu PTDI terus mengembangkan dan mempertahankan lini CN-235, kelompok Aircraft Services, dan kelompok Manufacturing Services.

Selain itu PTDI juga terus mencari mitra strategis untuk lini N250, NC-212, Helikopter, dan kelompok Engineering Services, sementara lini usaha pertahanan keamanan dan Advanced Technology Education Center (ATEC) diupayakan agar mampu mandiri. (ANT).

Akhirnya, Sriwijaya Air Dievakuasi ke "Taxi Way"

SLEMAN, KOMPAS.com — Badan pesawat Sriwijaya Air nomor penerbangan SJ-230 PKCKN yang tergelincir di ujung timur landasan pacu (run way) Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta, pada Selasa (20/12/2011) lalu, berhasil dipindahkan ke taxi way bandara setempat, Sabtu (24/12/2011) pagi.
Badan pesawat yang telah berwarna putih tersebut dipindahkan dengan cara ditarik menggunakan dua alat berat setelah selama tiga hari tim Teknisi PT Sriwijaya Air berupaya memperbaiki dan memasang roda depan dan belakang kanan yang patah akibat musibah tersebut. Berdasarkan pantauan di lokasi, badan pesawat saat kejadian tergelincir, kemudian terperosok sehingga posisinya berada sekitar 50 meter di sisi kiri ujung timur run way menghadap ke timur. Kini badan pesawat sudah menghadap ke barat.
 
Sebelumnya, Komandan Pangkalan Udara Adisutjipto Yogyakarta Marsekal Pertama Abdul Muis mengatakan, pemindahan pesawat Sriwijaya Air yang tergelincir di ujung timur run way pada Selasa lalu itu diupayakan dilakukan pada Jumat (23/12/2011) malam.
 
Seperti diberitakan, Sriwijaya Air tergelincir dan terperosok di sisi timur landasan pacu Bandara Adisutjipto, Selasa sore sekitar pukul 17.10. Pesawat jenis Boeing 737-300 tersebut membawa 118 penumpang dewasa, tujuh anak-anak, dan empat bayi. Pesawat tersebut berangkat dari Jakarta sekitar pukul 13.45 dari Jakarta.
 
"Namun, karena saat itu bandara ditutup akibat cuaca buruk dan jarak pandang hanya 500 meter, pendaratan dialihkan ke Surabaya. Kemudian mengisi bahan bakar di Surabaya, dan berangkat lagi menuju Yogyakarta," ujarnya.
 
Sebenarnya, pesawat Sriwijaya Air direkomendasikan mendarat di Adisutjipto pukul 17.05. Namun karena ada pesawat Garuda yang juga bersiap mendarat saat itu, maka Sriwijaya Air baru mendarat pada pukul 17.13.
 
Saat pendaratan itulah pesawat Sriwijaya tidak terkendali. Pesawat tidak bisa direm sehingga terus melaju ke sisi timur landasan, tergelincir di sisi kiri landasan, dan baru bisa berhenti saat masuk di area rumput.