VIVAnews - Entah apa yang membuat Sukhoi Superjet-100
menabrak tebing Gunung Salak dan menewaskan 45 orang di dalamnya. Bisa
karena faktor kesalahan manusia, cuaca, atau ketidakberesan pesawat itu
sendiri.
Apapun itu, tragedi dalam "joy flight" Rabu 9 Mei 2012 menjadi batu sandungan bagi ambisi Rusia merajai ekspor pesawat komersial modern. Dan ternyata, negeri pecahan Uni Soviet itu bukan satu-satunya yang berjuang.
Seperti dimuat Star Tribune, seperti halnya Rusia, China juga memiliki mimpi yang sama. Superjet buatan Rusia dan ARJ21 bikinan China adalah jet regional yang ditawarkan ke pasar yang didominasi oleh Embraer buatan Brasil dan Bombardier pabrikan Kanada. Sementara, untuk pasar pesawat besar masih dirajai Boeing dan Airbus.
Untuk pasar pesawat besar itu, Rusia juga sedang mengembangkan MC-21, sementara China punya C919, keduanya berpotensi menjadi pesaing Boeing 737 dan Airbus A320.
Sebelum celaka, Superjet yang telah mendapatkan sertifikasi dari Badan Keselamatan Udara Uni Eropa telah menarik perhatian publik dunia, membuat Rusia percaya diri bisa menjual 40 pesawat per tahun mulai tahun 2014. Meski, empat pesawat pertama yang digunakan maskapai Aerofol, Rusia, menderita beberapa kali kerusakan, yang menyebabkan sejumlah pembatalan penerbangan.
Sementara ARJ21 milik China telah melakukan penerbangan perdananya pada 2008. Perusahaan pembuatnya, Comac, telah mulai mengirimkan produknya tahun lalu, sertifikasi dari otoritas China dan Amerika mungkin baru ke luar tahun depan.
Pesawat besar C919 dijadwalkan menjalani uji coba pada 2014 mendatang, jadwal itu bisa jadi meleset. Comac sendiri belum mengungkap berapa jumlah pesawat yang dipesan.
Saat Dubai Air Show November 2011 lalu, Irkut, perusahaan Rusia pembuat MC-21 mengklaim, sudah ada 235 pesanan pesawat, kebayakan dari negara bekas pecahan Uni Soviet. Pesawat itu juga dijadwalkan menjalani tes pada 2014, namun eksekutif Irkut mengaku, perusahaannya masih mencari kolega internasional untuk membantu pemasaran produknya.
Kemudian, masih ada lagi Jepang. Mitsubishi yang selama ini juga memproduksi pesawat, bercita-cita menjadi produsen pesawat secara utuh.
Namun, peluncuran Mitsubishi Regional Jet (MRJ) baru saja tertunda. Penerbangan perdananya yang direncanakan tahun ini, mundur jadi tahun depan. MRJ diklaim sebagai pesawat yang bagus, namun seperti halnya para pesaingnya, belum mendapatkan order massal seperti yang diharapkan.
Keterlambatan, kerusakan dan bahkan kecelakaan adalah risiko yang dihadapi dalam peluncuran pesawat baru. Termasuk dialami pemain lama, yang telah berpengalaman. Sementara bagi pendatang baru, tak ada jaminan produk mereka mendapatkan pembeli potensial.
Apapun itu, tragedi dalam "joy flight" Rabu 9 Mei 2012 menjadi batu sandungan bagi ambisi Rusia merajai ekspor pesawat komersial modern. Dan ternyata, negeri pecahan Uni Soviet itu bukan satu-satunya yang berjuang.
Seperti dimuat Star Tribune, seperti halnya Rusia, China juga memiliki mimpi yang sama. Superjet buatan Rusia dan ARJ21 bikinan China adalah jet regional yang ditawarkan ke pasar yang didominasi oleh Embraer buatan Brasil dan Bombardier pabrikan Kanada. Sementara, untuk pasar pesawat besar masih dirajai Boeing dan Airbus.
Untuk pasar pesawat besar itu, Rusia juga sedang mengembangkan MC-21, sementara China punya C919, keduanya berpotensi menjadi pesaing Boeing 737 dan Airbus A320.
Sebelum celaka, Superjet yang telah mendapatkan sertifikasi dari Badan Keselamatan Udara Uni Eropa telah menarik perhatian publik dunia, membuat Rusia percaya diri bisa menjual 40 pesawat per tahun mulai tahun 2014. Meski, empat pesawat pertama yang digunakan maskapai Aerofol, Rusia, menderita beberapa kali kerusakan, yang menyebabkan sejumlah pembatalan penerbangan.
Sementara ARJ21 milik China telah melakukan penerbangan perdananya pada 2008. Perusahaan pembuatnya, Comac, telah mulai mengirimkan produknya tahun lalu, sertifikasi dari otoritas China dan Amerika mungkin baru ke luar tahun depan.
Pesawat besar C919 dijadwalkan menjalani uji coba pada 2014 mendatang, jadwal itu bisa jadi meleset. Comac sendiri belum mengungkap berapa jumlah pesawat yang dipesan.
Saat Dubai Air Show November 2011 lalu, Irkut, perusahaan Rusia pembuat MC-21 mengklaim, sudah ada 235 pesanan pesawat, kebayakan dari negara bekas pecahan Uni Soviet. Pesawat itu juga dijadwalkan menjalani tes pada 2014, namun eksekutif Irkut mengaku, perusahaannya masih mencari kolega internasional untuk membantu pemasaran produknya.
Kemudian, masih ada lagi Jepang. Mitsubishi yang selama ini juga memproduksi pesawat, bercita-cita menjadi produsen pesawat secara utuh.
Namun, peluncuran Mitsubishi Regional Jet (MRJ) baru saja tertunda. Penerbangan perdananya yang direncanakan tahun ini, mundur jadi tahun depan. MRJ diklaim sebagai pesawat yang bagus, namun seperti halnya para pesaingnya, belum mendapatkan order massal seperti yang diharapkan.
Keterlambatan, kerusakan dan bahkan kecelakaan adalah risiko yang dihadapi dalam peluncuran pesawat baru. Termasuk dialami pemain lama, yang telah berpengalaman. Sementara bagi pendatang baru, tak ada jaminan produk mereka mendapatkan pembeli potensial.
No comments:
Post a Comment