Liputan6.com, Paris : Direksi PT Lion Mentari Airlines, operator maskapai penerbangan nasional Lion Air membenarkan jika pihaknya telah memesan 234 unit pesawat dari Airbus senilai US$ 24 miliar atau Rp 232 triliun, lebih besar dari perkiraan awal US$ 20 miliar atau Rp 194 triliun.
Pesawat ini rencananya akan didatangkan mulai Juli 2014 hingga 2026. Pesanan pesawat tersebut terdiri dari dua jenis pesawat Airbus A320 dan A321.
"Pengirimannya bertahap, enam unit pertama kami terima pada Juli 2014," jelas Direktur Utama Lion Air, Rusdi Kirana saat ditemui di Paris, Senin (18/3/2013).
Rusi datang langsung ke Prancis untuk meresmikan pemesanan pesawat tersebut. Bos Lion Air ini membawa turut serta sekitar 6 orang manajemen lain seperti Direktur Niaga Achmad Hasan dan Direktur Umum Edward Sirait.
Sebelumnya, mengutip dari Reuters, kesepakatan pembelian pesawat tersebut dikabarkan akan diumumkan pada Senin (18/3) ini yang dihadiri Presiden Prancis Franciois Hollande.
Hollande dikabarkan akan bertemu Chief Executive Airbus Fabrice Bregier Chief untuk merayakan kesepakatan industri besar tersebut.
Lebih lanjut, Rusdi menjelaskan, pembelian pesawat tersebut didanai lembaga keuangan Eropa yang mengurus kredit ekspor (European Credit Agency). Penjajakan pembelian sudah berlangsung sekitar 2 tahun sampai 3 tahun lalu.
Rusdi menuturkan alasan pihaknya membeli pesawat dari Airbus adalah agar perseroan tidak hanya bergantung pada satu produsen pesawat terbang.
Sekedar mengingatkan pada 2011, Lion telah menandatangani perjanjian pembelian 230 unit pesawat dari Boeing, pesaing utama Airbus.
Pembelian pesawat Airbus ini diperkirakan bisa menyamai rekor pembelian pesawat Lion Air kepada Boeing tersebut. Lion Air kala itu memborong 230 pesawat Boeing seiring kedatangan Presiden Barack Obama senilai US$ 21,7 miliar.
"Pembelian pesawat ini (Airbus) juga akan mendukung rencana kami berekspansi hingga ke wilayah Asia Pasifik," tutur Rusdi.
Direktur Niaga Lion Air Achmad Hasan menambahkan Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga membutuhkan lebih banyak pesawat.
Dia mencontohkan jumlah pesawat di Amerika Serikat (AS) jauh lebih banyak dari Indonesia. Padahal dari sisi geografis Indonesia harusnya punya lebih banyak pesawat.
"Secara bisnis kami tidak mau bergantung ke satu produsen," jelas dia.
Pesawat ini rencananya akan didatangkan mulai Juli 2014 hingga 2026. Pesanan pesawat tersebut terdiri dari dua jenis pesawat Airbus A320 dan A321.
"Pengirimannya bertahap, enam unit pertama kami terima pada Juli 2014," jelas Direktur Utama Lion Air, Rusdi Kirana saat ditemui di Paris, Senin (18/3/2013).
Rusi datang langsung ke Prancis untuk meresmikan pemesanan pesawat tersebut. Bos Lion Air ini membawa turut serta sekitar 6 orang manajemen lain seperti Direktur Niaga Achmad Hasan dan Direktur Umum Edward Sirait.
Sebelumnya, mengutip dari Reuters, kesepakatan pembelian pesawat tersebut dikabarkan akan diumumkan pada Senin (18/3) ini yang dihadiri Presiden Prancis Franciois Hollande.
Hollande dikabarkan akan bertemu Chief Executive Airbus Fabrice Bregier Chief untuk merayakan kesepakatan industri besar tersebut.
Lebih lanjut, Rusdi menjelaskan, pembelian pesawat tersebut didanai lembaga keuangan Eropa yang mengurus kredit ekspor (European Credit Agency). Penjajakan pembelian sudah berlangsung sekitar 2 tahun sampai 3 tahun lalu.
Rusdi menuturkan alasan pihaknya membeli pesawat dari Airbus adalah agar perseroan tidak hanya bergantung pada satu produsen pesawat terbang.
Sekedar mengingatkan pada 2011, Lion telah menandatangani perjanjian pembelian 230 unit pesawat dari Boeing, pesaing utama Airbus.
Pembelian pesawat Airbus ini diperkirakan bisa menyamai rekor pembelian pesawat Lion Air kepada Boeing tersebut. Lion Air kala itu memborong 230 pesawat Boeing seiring kedatangan Presiden Barack Obama senilai US$ 21,7 miliar.
"Pembelian pesawat ini (Airbus) juga akan mendukung rencana kami berekspansi hingga ke wilayah Asia Pasifik," tutur Rusdi.
Direktur Niaga Lion Air Achmad Hasan menambahkan Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga membutuhkan lebih banyak pesawat.
Dia mencontohkan jumlah pesawat di Amerika Serikat (AS) jauh lebih banyak dari Indonesia. Padahal dari sisi geografis Indonesia harusnya punya lebih banyak pesawat.
"Secara bisnis kami tidak mau bergantung ke satu produsen," jelas dia.
No comments:
Post a Comment