Oleh : M. Sutan A. Aziz F. Nasution.
Beberapa tahun yang lalu, pengelola Bandara Soekarno Hatta, Jakarta,
bandara tersibuk dan terbesar di Indonesia sempat heboh dengan ancaman
dari beberapa maskapai penerbangan asing yang hendak menghentikan
penerbangannya ke bandara itu karena menganggap pihak pengelola bandara
tidak memperhatikan aturan keselamatan penerbangan yang membuat mereka
merasa tidak aman untuk mendarat dan terbang dari bandara tersebut.
Alasan yang diungkapkan oleh
pihak maskapai penerbangan asing itu disebabkan oleh kurang
terpenuhinya standar operasional bandara yang seharusnya menjadi
kebanggaan bangsa Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh
seringnya warga sekitar bandara membawa ternaknya untuk memakan rumput
yang berada tidak jauh dari runway bandara. Selain itu, sering pula
anak-anak bermain layang-layang sehingga semakin menambah kekhawatiran
pihak operator maskapai asing tersebut.Pihak pengelola bandara berdalih telah memperingatkan warga sekitar. Akan tetapi, rakyat di sekitar bandara merasa acuh tak acuh atas peringatan yang diberikan dan menganggap pihak pengelola bandara juga tidak pernah bersilaturrahmi dan berdialog dengan warga. Warga pun menganggap mereka sama sekali tidak mendapat manfaat dari adanya bandara itu karena tak pernah menggunakan jasa angkutan udara.
Minimnya Sosialisasi
Permasalahan tersebut tentu saja tidak bisa dianggap sepele. Ada sebuah masalah yang cukup mengakar yang menimbulkan dampak-dampak negatif yang timbul karenanya. Pada masyarakat, misalnya, keinginan dan kepentingan mereka mungkin selama ini tidak terakomodir oleh pihak pengelola bandara sebagai representasi dari bandara yang berada di sekitar mereka. Hal ini bisa pula murni disebabkan ketidakpahaman mereka akan aturan keselamatan di dunia penerbangan karena minimnya sosialisasi. Pada pihak pengelola bandara pula, mungkin selama ini belum mampu berdialog dalam memberikan pemahaman atas aturan keselamatan penerbangan disamping belum memiliki ketegasan terhadap siapa saja yang melanggar aturan yang ada.
Dari kasus tersebut tentunya dapat diambil benang merah atas segera beroperasinya Bandara Kuala Namu kelak. Bandara Kuala Namu sebagai bandara pengganti Bandara Polonia dan dirancang jauh lebih modern dari bandara sebelumnya memberikan peluang yang besar bagi Provinsi Sumatera Utara. Salah satu bentuk nyata dari peluang tersebut adalah ramainya aktivitas penerbangan yang tiba serta berangkat melalui bandara ini menuju ke berbagai kota di dalam maupun luar negeri. Konsekuensi dari ramainya jalur udara tersebut, tentu mengakibatkan berjumlahnya jumlah operator penerbangan yang hadir meramaikan dan beragamnya armada yang digunakan oleh pihak operator penerbangan masing-masing.
Daerah Kuala Namu sebagaimana telah banyak diketahui dahulunya merupakan daerah perkebunan sawit dimana sebagian besar penduduknya hidup dalam mata pencaharian sebagai nelayan. Oleh sebab itu, tak heran jika penulis yakin pengetahuan tentang aviasi (dunia penerbangan) kurang atau bahkan sama sekali tak mereka ketahui. Padahal, seperti diketahui bahwa transportasi udara merupakan transportasi dengan tingkat regulasi terbanyak dan terumit diantara transportasi lainnya. Regulasi tersebut tidak hanya berlaku di dalam kawasan bandara semata, melainkan juga daerah di sekitar bandara yang tak pelak melibatkan masyarakat di sekitar Bandara Kuala Namu pula.
Menarik jika kemudian timbul pertanyaan apakah bandara baru yang konon bakal beroperasi beberapa bulan ke depan (Maret 2013) telah mampu menyosialisasikan tentang dunia aviasi ini kepada masyarakat sekitar? Apakah Bandara Kuala Namu tersebut tampil beda dengan sosialisasinya yang baik kepada masyarakat sekitar atau dengan kata lain tidak mau mengulangi kesalahan yang serupa seperti pada Bandara Soekarno Hatta beberapa tahun yang lalu.
Penulis sendiri tidak tahu apakah jawabannya ya atau tidak. Yang pasti disini penulis berharap agar pihak pengelola bandara mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat sekitar tentang aviasi (dunia penerbangan) secara jelas, sehingga masyarakat benar-benar paham. Jika jawaban pertanyaan sebelumnya dapat djawab "Ya", maka hal itu sangatlah melegakan menandakan Bandara Kuala Namu benar-benar telah dipersiapkan dengan perencanaan yang matang. Akan tetapi, jika jawabannya tidak, maka sinyal negatif rasanya menimpa bandara kebanggaan masyarakat Sumut itu terutama ketika telah beroperasi kelak.
Jika saja pengoperasian bandara yang benar-benar baru ini (bukan seperti di kota lain yang hanya merenovasi atau memperluas bandara) mengalami masalah akibat ketidakpahaman masyarakat dengan standar regulasi penerbangan, maka bukan tidak mustahil point-point positif yang digadang-gadang pada bandara ini (seperi bandara termodern dan tercanggih fasilitas sarana prasarananya se Indonesia) akan pupus dan menimbulkan ketidakpercayaan terutama dari pihak asing.
Apabila ketidakpercayaan itu terjadi, tentu saja pupus pula harapan masyarakat Sumut untuk dapat melihat bandaranya diramaikan oleh "pemain baru" dengan hadirnya operator penerbangan yang datang dari berbagai negara asing. Pupus pula harapan agar Bandara Kuala Namu dapat "menginternasionalisasikan" Sumut, terutama dalam sektor perdagangan dan transportasi udara (sebagai hub bagian barat dalam MP3EI). Jika saja semua itu terjadi, maka dapat dianggap Bandara Kuala Namu hanyalah bandara baru pengganti bandara lama yang bersifat menggantikan dalam ukuran yang jauh kebih besar, namun tidak memiliki dampak apapun pada pertumbuhan sektor lain.
Oleh sebab itulah, maka pengoperasian bandara ini harus mampu menjawab tantangan, terutama tantangan atas kekurangan serta kesalahan yang pernah terjadi pada Bandara Polonia maupun bandara lainnya di seantero negeri ini agar kelak tidak terulang saat pengoperasian bandara ini. Perlu pula untuk berpikir jauh dengan tidak pernah menganggap bahwa kesuksesan suatu bandara hanya sebatas fasilitas infrastuktur dan sarana prasarananya semata. Akan tetapi, lebih dari sekedar itu, kesuksesan itu dapat digapai jika saja mampu mengedukasi masyarakat di sekitarnya dan dianggap bermanfaat pula keberadaannya bagi mereka, sehingga timbul rasa memiliki dari semua pihak. ***
No comments:
Post a Comment