KOMPAS.com - Bicara soal kondisi Bandara Soekarno-Hatta yang kini "darurat" karena perencanaannya yang tidak jauh beberapa dekade ke depan. Sedikitnya, bandara yang beroperasi sejak tahun 1985 itu tidak disiapkan untuk kemungkinan dikembangkan lebih luas di saat penumpang kian bertambah.
Soal perencanaan pembangunan infrastruktur seperti bandara, mungkin perlu menyimak dari apa yang dilakukan Malaysia. Negara tetangga ini punya visi lebih jauh dalam membangun bandara. Dengan dukungan bandara sebagai gerbang utama, kunjungan turis asing ke Malaysia mencapai 24,6 juta orang. Indonesia baru kedatangan 7 juta turis.
Alhasil, maskapai Malaysia pun terbang "lebih tinggi". AirAsia kini merajai langit Asia Tenggara dan mulai merambah Asia, Australia, hingga Eropa. Maskapai Indonesia juga sudah terbang ke Timur Tengah dan Asia. Namun, bakal lebih sibuk apabila ditunjang bandara yang memadai.
Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) disiapkan matang. Jauh-jauh hari mereka telah mematok lahan sawit 10.000 hektar untuk pengembangan ke depan. Soekarno-Hatta sebenarnya juga bisa karena dulu hanya lahan pertanian dan rawa-rawa. Tapi mengapa hanya mematok 1.740 hektar lahan?
Saat beroperasi Juni 1998, kapasitas KLIA disiapkan untuk 25 juta penumpang per tahun. Namun, delapan tahun berselang, kapasitasnya ditambah 15 juta orang per tahun dengan beroperasinya Kuala Lumpur Low Cost Carrier Terminal (LCCT).
Positifnya, sebelum KLIA menjadi ”darurat”, Malaysia Airports Holding Bhd (MAHB) segera membangun KLIA2 di barat daya terminal utama. Antisipasi yang tepat.
KLIA2 didesain menjadi terminal maskapai berbiaya rendah terbesar di Asia Tenggara berkapasitas 45 juta penumpang per tahun. Setara dengan total penumpang Soekarno-Hatta saat ini.
Dibangun sejak Agustus 2010, KLIA2 kini sudah 42 persen rampung dari target selesai April 2013. Pengoperasian mundur dari target awal Oktober 2012 disebabkan adanya pengembangan dari luas semula. Biayanya juga membengkak.
Biaya investasi menjadi 3,8 miliar ringgit (setara Rp 11,4 triliun), membuat luas terminal KLIA2 mencapai 257.000 meter persegi. Ada landasan pacu ketiga, menara kontrol baru, dan aerobridges, jembatan antarterminal di mana pesawat dapat melintas di bawahnya.
AirAsia akan menjadikan KLIA2 sebagai markas besar. Dan mereka menuntut fully automated baggage system supaya urusan bagasi lebih terkoordinasi tanpa campur tangan manual petugas. MAHB langsung menyetujuinya. AirAsia juga minta pajak rendah bagi penumpang, tarif parkir pesawat murah.
Pemerintah dan pengelola bandara seperti Angkasa Pura pantas menyimak dan bertindak seperti apa yang terjadi di Malaysia ini.
No comments:
Post a Comment